Antara Dian Sastro, Ibu Moor Dan Menteri Susi
Saturday, December 12, 2020
Edit
Antara Dian Sastro, Ibu Moor Dan Menteri Susi - Hallo sahabat Islam Itu Indah, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Antara Dian Sastro, Ibu Moor Dan Menteri Susi, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel cerita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul : Antara Dian Sastro, Ibu Moor Dan Menteri Susi
link : Antara Dian Sastro, Ibu Moor Dan Menteri Susi
Dian Sastro
Anda sekarang membaca artikel Antara Dian Sastro, Ibu Moor Dan Menteri Susi dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2020/12/antara-dian-sastro-ibu-moor-dan-menteri.html
Judul : Antara Dian Sastro, Ibu Moor Dan Menteri Susi
link : Antara Dian Sastro, Ibu Moor Dan Menteri Susi
Antara Dian Sastro, Ibu Moor Dan Menteri Susi
Numpang lewat... Semoga bisa jadi inspirasi
Tulisan ini yakni buah pikir motivator Indonesia, Rhenald Kasali. Membandingkan 3 perempuan hebat yaitu Mooryati Soedibyo (usahawan merk kecantikan terkenal), Dian Sastro (artis), dan Susi Pudjiastuti (menteri perempuan pemberani) bukan kasus gampang. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya. Tapi inti goresan pena ini bukan membandingkan untuk menentukan siapa yang "paling hebat" di sini tapi untuk berguru dari mereka, menggali semangat kesuksesan biar bisa menjadi wangsit bagi kita semua.
Rezeki niscaya dibagi Allah tapi sukses itu diciptakan.
Rhenald Kasali kebetulan mentor bagi dua orang ini: Dian Sastro dan Mooryati Soedibyo. Akan tetapi, pada Susi Pudjiastuti yang sekarang memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan, Rhenald malah merasa justru berguru banyak hal darinya.
Ketiganya perempuan hebat, tetapi selalu diuji oleh sebagian kecil orang yang mengaku pandai. Entah ini stereotyping (pengkategorian yang sangat subjektif)
baca : jangan mengukur sepatu orang lain di kaki kita.
... Entahlah ! Yang terang mereka punya "sesuatu" yang berbeda dari sebagian besar perempuan di negeri ini. Mari kita kaji satu-satu..
baca : jangan mengukur sepatu orang lain di kaki kita.
... Entahlah ! Yang terang mereka punya "sesuatu" yang berbeda dari sebagian besar perempuan di negeri ini. Mari kita kaji satu-satu..
Mooryati Soedibyo
Sewaktu diterima di kegiatan doktoral UI yang pernah di pimpin Rhenald Kasali, usianya ketika itu sudah 75 tahun. Namun, berbeda dengan mahasiswa lain yang tiba pakai jins, ia selalu berkebaya. Anda tentu tahu berapa usang waktu yang dibutuhkan untuk berkebaya, bukan?
Akan tetapi, ia mempunyai hal yang tak dimiliki orang lain: self discipline (kedisiplinan diri). Sampai hari ini, ia yakni satu-satunya mahasiswa Rhenald yang tak pernah bolos barang sehari pun. Padahal, ketika itu ia salah satu pimpinan MPR.
Mooryati Sudibyo (credit for mooryatisoedibyo.com) |
Memang ia tampak sedikit kewalahan "bersaing" dengan rekan kuliahnya yang jauh lebih muda. Akan tetapi, rekan-rekan kuliahnya mengakui, kemajuannya cepat. Dari bahasa jamu ke bahasa strategic management dan science yang banyak aturannya.
Teman-teman belajarnya bersaksi: "Pukul 08.00 malam, kami yang memimpin diskusi. Tetapi pukul 24.00, yang muda mulai ngantuk, Ibu Moor yang memimpin. Dia selalu mengingatkan kiprah harus selesai, dan tak boleh asal jadi."
Masalahnya, ia pemilik perusahaan besar, dan usianya sudah lanjut. Ada stereotyping dalam kepala sebagian orang. Sosok menyerupai ini jarang ada yang mau kuliah sungguhan untuk meraih ilmu. Nyatanya, kalangan berduit lebih bahagia meraih gelar doktor HC (honoris causa) yang jalurnya cukup ringan, gak susah-susah belajar...
Akan tetapi, Mooryati tak menentukan jalur itu. Ia ingin melatih kesehatan otaknya, mengambil risiko dan lulus 4 tahun kemudian. Hasil penelitiannya menarik perhatian Richard D’aveni (Tuck School-USA), satu dari 50 guru taktik teratas dunia. Belakangan, ia juga sering diminta memaparkan kajian risetnya di Amerika Serikat, Belanda, dan Jerman.
Meski diuji di bawah guru besar terkemuka Prof Dorodjatun Kuntjoro Jakti, kadang Rhenald Kasali masih mendengar ucapan-ucapan miring dari orang-orang yang biasa memakai kacamata buram dan lidahnya pahit. Ada saja orang yang menyampaikan ia "diluluskan" dengan bantuan, "sekolahnya hanya dua tahun", dan seterusnya. Anehnya, kabar itu justru beredar di kalangan perempuan yang tak mau tahu keteladanan yang ia tunjukkan. Kadang ada juga yang merasa lebih tahu dari apa yang sebetulnya terjadi.
Akan tetapi, ada satu hal yang sulit mereka sangkal. Perempuan yang meraih doktor pada usia 79 tahun ini berhasil mewujudkan usahanya menjadi besar tanpa fasilitas. Perusahaannya juga go public. Padahal, yang menjadi dosennya saja belum tentu bisa melaksanakan hal itu, bahkan menciptakan publikasi ilmiah internasional saja tidak. Namun, Bu Moor juga berhasil mengangkat reputasi jamu di pentas dunia.
Dian Sastro
Dia juga mahasiswi Rhenald Kasali yang keren dan luar biasa manis tentunya. Sewaktu diterima di kegiatan S-2 UI, banyak juga yang bertanya: apa benar artis mau bersusah payah berguru lagi di UI?
Anak-anak mahasiswa di UI tahu persis bahwa Prof Rhenald Kasali memang cenderung bersahabat, tetapi mereka juga tahu sikapnya: "no bargain on process and quality". (tak ada tawar menawar untuk proses dan kualitas).
Dian, sudah artis, dan sedang hamil pula ketika mulai kuliah. Urusannya banyak: keluarga, film, dan seabrek tugas. Namun lagi-lagi, satu hal ini jarang dimiliki yang lain: self discipline, lagi-lagi kedisiplinan diri. Ia tak pernah abai menjalankan tugas.
Sesaat sesudah lulus dengan predikat cum laude dari Magister Manajemen UI, ia menyebarkan pengalaman hidupnya di kegiatan S-1 pada kelas yang Rhenald Kasali asuh. Ia menyampaikan : "Saat ayah saya meninggal dunia, ibu saya berujar: kamu bukan anak orang kaya. Ibu tak bisa menyekolahkan jikalau kau tidak outstanding," (outsanding = luar biasa).
Sesaat sesudah lulus dengan predikat cum laude dari Magister Manajemen UI, ia menyebarkan pengalaman hidupnya di kegiatan S-1 pada kelas yang Rhenald Kasali asuh. Ia menyampaikan : "Saat ayah saya meninggal dunia, ibu saya berujar: kamu bukan anak orang kaya. Ibu tak bisa menyekolahkan jikalau kau tidak outstanding," (outsanding = luar biasa).
Ia pun melaksanakan riset terhadap wanita-wanita terkenal. Di situ ia melihat nama-nama besar yang tak lahir dari kemudahan, yang berusaha menanjak dari bawah. "Saya tidak cantik, dan tak punya apa-apa," ujarnya.
Dengan uang sumbangan dari para pelayat ayahnya, ia berguru di sebuah sekolah kepribadian. Setiap pagi, ia juga melatih disiplin, jogging berkilo-kilometer dari Jatinegara hingga ke Cawang, ikut seni bela diri. "Mungkin kalian tak percaya alasannya yakni tak pernah menjalaninya," ujarnya.
Itulah mental kejuangan, yang sekarang disebut ekonom James Heckman sebagai kemampuan nonkognisi. Dian lulus cum laude dari S-2 UI, dari ilmu keuangan pula, yang sarat matematikanya. Padahal, bidang studi S-1 Dian amat berjauhan: filsafat.
Susi Pudjiastuti.
Sekarang kita bahas menteri kelautan dan perikanan yang ramai diolok-olok alasannya yakni "sekolahnya". Beruntung, banyak juga yang membelanya.
Khusus terhadap Susi, Rhenald bukanlah mentornya. Ia terlalu hebat. Ia justru sering di undang Rhenald untuk memberi kuliah. Dia yakni "self driver" sejati, yang bukan putus sekolah, melainkan berhenti secara sadar. Sampai di sini, saya ingin mengajak Anda merenung, adakah di antara kita yang punya kesadaran dan keberanian sekuat itu? Sadar untuk berhenti sekolah alasannya yakni merasa lebih bermanfaat berada di luar lingkungan sekolah. Dia bukannya tak pandai justru alasannya yakni kepintarannya itu ia berani berhenti sekolah dengan sadar..
Ibu Susi (credit for National Kompas) |
Akan tetapi, berbeda dengan kebanyakan orangtua yang membiarkan anaknya menjadi "passenger" (penumpang dengan memanjakannya lewat fasilitas), ayah Susi justru murka besar. Pada usia muda, di pesisir selatan yang terik, Susi memaksa hidup mandiri. Ditemani sopir, ia menyewa truk dari Pangandaran, membawa ikan dan udang, dilelang di Jakarta. Hal itu dijalaninya selama bertahun-tahun, seorang diri.
Saat Rhenald mengirim mahasiswa pergi "melihat pasar" ke luar negeri yang terdiri dari tiga orang untuk satu negara, Susi membujuknya biar cukup mengirim satu orang satu negara. Saya menurutinya (kisah mereka bisa dibaca dalam buku 30 Paspor di Kelas Sang Profesor). Kadang kebersamaan menyebabkan ketergantungan dan
Saat Rhenald mengirim mahasiswa pergi "melihat pasar" ke luar negeri yang terdiri dari tiga orang untuk satu negara, Susi membujuknya biar cukup mengirim satu orang satu negara. Saya menurutinya (kisah mereka bisa dibaca dalam buku 30 Paspor di Kelas Sang Profesor). Kadang kebersamaan menyebabkan ketergantungan dan
Dari perjuangan perikanannya itu, ia jadi mengerti penderitaan yang dialami nelayan. Ia juga berguru seluk-beluk logistik ikan, menjadi pengekspor, hingga terbentuk impian mempunyai pesawat biar ikan tangkapan nelayan bisa diekspor dalam bentuk hidup, yang nilainya lebih tinggi. Dari ikan, jadilah bisnis carter pesawat, yang di bawahnya ada kawasan penyimpanan untuk membawa ikan segar.
Dari Susi, kita bisa berguru bahwa kehidupan tak bisa hanya dibangun dari hal-hal kognitif semata yang hanya bisa didapat dari dingklik sekolah. Kita memang membutuhkan matematika dan fisika untuk memecahkan belakang layar alam. Kita juga butuh ilmu-ilmu gres yang basisnya yakni kognisi. Akan tetapi, tanpa kemampuan nonkognisi, semua sia-sia.
Ilmu nonkognisi itu belakangan naik kelas, menjadi metakognisi: faktor pembentuk yang paling penting di balik lahirnya ilmuwan-ilmuwan besar, wirausaha kelas dunia, dan praktisi-praktisi andal. Kemampuan bergerak, berinisiatif, self discipline, menahan diri, fokus, respek, berafiliasi baik dengan orang lain, tahu membedakan kebenaran dengan pembenaran, bisa membuka dan mencari "pintu" yakni fondasi penting bagi pembaharuan, dan kehidupan yang produktif.
Manusia itu berguru untuk menciptakan diri dan bangsanya tangguh, bijak mengatasi masalah, bisa mengambil keputusan, bisa menciptakan kehidupan lebih produktif dan penuh kedamaian. Kalau cuma bisa menciptakan keonaran dan berkelahi akil saja, kita belum tuntas mengurai persepsi, gres sekadar bisa mendengar, tetapi belum bisa menguji kebenaran dengan bijak dan mengembangkannya ke dalam tindakan yang produktif.
baca : tak ada yang kebetulan di dunia ini.
baca : tak ada yang kebetulan di dunia ini.
Ketiga orang itu mungkin tak sehebat Anda yang bahagia melihat kecerdasan orang dari pendekatan kognitif yang bermuara pada angka, teori, ijazah, dan stereotyping (pengkotak-kotakan). Akan tetapi, saya harus mengatakan, studi-studi terbaru menemukan, ketidakmampuan meredam rasa tidak suka atau kecemburuan pada orang lain, kegemaran menyebarkan fitnah dan rasa benar sendiri, hanya akan menghasilkan kesombongan diri.(baca : membunuh kesombongan)
Anak-anak kita pada kesudahannya berguru dari kita, dan apa yang kita ucapkan dalam keseharian kita juga akan membentuk mereka, dan masa depan mereka.
Wallahu alam...
Wallahu alam...
Demikianlah Artikel Antara Dian Sastro, Ibu Moor Dan Menteri Susi
Sekianlah artikel Antara Dian Sastro, Ibu Moor Dan Menteri Susi kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Antara Dian Sastro, Ibu Moor Dan Menteri Susi dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2020/12/antara-dian-sastro-ibu-moor-dan-menteri.html