Kesabaran Berbuah Rezeki 184 Juta

Kesabaran Berbuah Rezeki 184 Juta - Hallo sahabat Islam Itu Indah, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Kesabaran Berbuah Rezeki 184 Juta, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel kisah, Artikel Pesan, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Kesabaran Berbuah Rezeki 184 Juta
link : Kesabaran Berbuah Rezeki 184 Juta

Baca juga


Kesabaran Berbuah Rezeki 184 Juta

Kisah Nyata Dari Tanah Arab

KOTA RIYADH TERNYATA MENYIMPAN BANYAK KISAH DAN RAHASIA YANG HANYA DIPERLIHATKAN PADA TELINGA YANG MAU MENDENGAR DAN HATI YANG MAU MERASA. TENTU SAJA HIDAYAH ADALAH KEHENDAK NYA DAN HANYA AKAN DIBERIKAN KEPADA MEREKA YANG MENCARINYA.
-------------------------
Sebuah dongeng yang admin kutip dari kiriman sahabat di media sosial...

Kota Riyadh 
(credit for diveprice.com)

Ada sebuah energi yang luar biasa ketika beberapa hari yang kemudian kudengar dongeng dari beberapa sahabatku. Mereka berasal dari Palestina, Bahrain, Jordan, Syiria, Pakistan, India, Srilanka Mesir, Afrika dan Saudi Arabia . Salah satunya yakni sahabat dari Sudan.
Aku mengenalnya dengan nama Ammar Mustafa, dia salah satu muslim kulit gelap yang juga bekerja di hotel ini. Beberapa bulan belakangan saya tak lagi melihatnya. Biasanya ia bekerja bersama pekerja lain menggarap proyek bangunan di tengah terik matahari kota Riyadh .
Hari itu Ammar tidak terlihat, alasannya yakni penasaran, saya coba tanyakan kepada Iqbal .
Oh kau tidak tahu?” jawabnya balik bertanya dengan bahasa Inggris khas India.
Iya, beberapa ahad ini dia tak terlihat di mushola.”
Selepas itu tanpa diduga Iqbal bercerita panjang lebar wacana Ammar.
Ternyata Amar tiba ke kota Riyadh lima tahun lalu. Ia tiba ke negeri ini dengan tangan kosong, dan nekad pergi meninggalkan keluarganya di Sudan untuk mencari kehidupan di kota ini. Saudi Arabia memang menawarkan free visa untuk negara negara Arab lainnya termasuk Sudan, maka Ammar bisa bebas mencari kerja disini asal punya pasport dan tiket.
Sayang, kehidupan memang tidak selamanya bersahabat. Do’a Ammar untuk menerima kehidupan yang lebih baik di kota ini demi keluarganya ternyata ketika itu belum terkabul. Dia bekerja berpindah pindah dengan honor yang sangat kecil, uang gajinya tidak sanggup untuk membayar apartemen sampai ia tinggal bersa,a sahabat temannya. Meski demikian, Ammar tetap gigih mencari pekerjaan. Ia tetap mencari kesempatan biar bisa mengirim uang untuk keluarganya di Sudan.

Bulan pertama berlalu kering, bulan kedua semakin berat, bulan ketiga sampai tahun tahun berikutnya kepedihan Ammar tidak kunjung berakhir. Waktu bergeser lamban dan berat, telah lima tahun Ammar hidup berpindah pindah di kota ini.
Bekerja dibawah tekanan panas matahari dan suasana kota yang garang, tapi amar tetap bertahan dalam kesabaran.
Kota metropolitan akan lebih parah dari hutan rimba kalau kita tidak tahu caranya untuk mendapatkan uang, dihutan bahkan lebih baik. Di hutan kita masih bisa menemukan buah buah, tapi di kota? Kota yakni belantara penderitaan yang akan menjerat siapa saja yang tidak bisa bersaing.
Riyadh yakni ibu kota Saudi Arabia, hanya berjarak 7 jam dari Dubai dan 10 Jam jarak tempuh dengan bis menuju Makkah. Di hampir keseluruhan kota ini tidak ada pepohonan untuk berlindung ketika panas. Disini hanya terlihat kurma kurma yang berbuah satu kali dalam setahun..
Amar ibarat terjerat di belantara kota ini. Pulang ke Sudan bukan pilihan terbaik, ia sudah melangkah, ia harus membawa perubahan untuk kehidupan keluarganya disana, itu tekadnya. Ammar tetap tabah dan tidak berlepas diri dari keluarganya. Ia tetap mengirimi mereka uang meski sangat sedikit, meski harus ditukar dengan lapar dan haus untuk raganya disini.
Sering ia melewatkan harinya dengan puasa menahan dahaga dan lapar sambil terus melangkah, berikhtiar mencari suap demi suap nasi untuk keluarganya di Sudan.

Tapi Ammar hanyalah manusia.
Di tahun kelima ini ia tidak tahan lagi menahan malu dengan sahabat temannya yang ia kenal, sudah lima tahun ia berpindah pindah kerja dan numpang di sahabat temannya tapi kehidupannya tidak kunjung berubah. Ia memutuskan untuk pulang ke Sudan, tekadnya telah bundar untuk kembali berkumpul dengan keluarganya di Sudan.
Saat itu ia tidak mempunyai uang meski sebatas untuk tiket pulang. Ia terpaksa menceritakan keinginannya untuk pulang kepada teman2 terdekatnya. Dan salah satu sahabat baik Ammar memberinya sejumlah uang untuk membeli tiket ke Sudan.

Hari itu juga Ammar berpamitan pada teman2nya, ia pergi ke sebuah distributor perjalanan di Olaya- Riyadh, untuk membeli tiket. Sayang, ternyata semua penerbangan Riyadh-Sudan ahad ini susah didapat alasannya yakni konflik di Libya, negara tetangganya. Saat itu tiket hanya tersedia untuk kelas executive saja.
Akhirnya ia membeli tiket untuk penerbangan ahad berikutnya. Tiket sudah ditangan, dan jadwal terbang masih ahad depan. Ammar sedikit kebingungan dengan nasibnya.Tadi pagi ia tidak sarapan , siang inipun belum ada celah untuk makan siang. Tapi baginya ini bukan hal pertama. Ia hampir terbiasa dengan keadaan itu.
Adzan dzuhur bergema, semua toko toko, supermarket, bank, dan kantor pemerintah serentak menutup pintu dan menguncinya. Security kota berjaga jaga di luar kantor menunggu sampai waktu shalat berjamaah selesai. Ammar tergesa menuju sebuah masjid di sentra kota Riyadh. Ia mengikatkan tas kosongnya di pinggang, kemudian mengambil wudhu, membasahi wajahnya yang hitam legam, mengusap rambutnya yang keriting dengan air. Lalu ia masuk ke dalam mesjid, shalat 2 rakaat untuk menghormati masjid. Ia duduk menunggu mutawwa memulai shalat berjamaah.
Hanya disaat shalat itulah dia mencicipi kesejukan, Ia mencicipi terlepas dari beban dunia yang menghimpitnya, sampai hatinya berada dalam ketenangan ditiap menit yang ia lalui.
Shalat telah selesai.
Ammar masih resah kemana harus melangkah, sedangkan penerbangan masih seminggu lagi. 

Dilihatnya beberapa mushaf Al Qur’an yang tersimpan rapi di pilar pilar mesjid yang kokoh itu. Ia mengambil salah satunya, bibirnya mulai bergetar membaca taawudz dan terus membaca al Qur’an sampai adzan ashar tiba menyapanya, selepas maghrib ia masih di sana. Akhirnya Ammar memutuskan untuk tinggal disana sampai jadwal penerbangan ke Sudan tiba.
Ammar memang telah terbiasa bangkit awal di setiap harinya, ibarat pagi itu, ia yakni orang pertama yang terbangun di sudut kota. Ia selalu mengumandangkan bunyi indahnya memanggil jiwa jiwa untuk shalat, membangunkan seisi kota ketika fajar menyingsing. Adzannya memang khas, sampai bukan sebuah kebetulan juga kalau Prince (Putra Raja Saudi) di kota itu juga terpanggil untuk shalat subuh berjamaah disana. Adzan yang juga ia kumandangkan disetiap pagi dalam sisa seminggu terakhirnya di kota Riyadh.
Di tiket tertulis jadwal penerbangan ke Sudan jam 05:23am, artinya ia harus sudah ada di bandara jam 3 pagi atau 2 jam sebelumnya. Ammar bangkit lebih awal dan pamit kepada pengelola masjid, untuk mencari bis menuju bandara King Abdul Azis, Riyadh yang hanya berjarak kurang dari 30 menit dari sentra Kota.

Amar sudah duduk diruang tunggu bandara, sepertinya penerbangan sediikit tertunda. Ammar termenung dan kecemasan mulai menghantui dirinya. Ia harus pulang tanpa uang sedikitpun, padahal lima tahun ia terus bekerja keras.
Namun ia memahami, inilah kehidupan dan dunia hanyalah persinggahan sementara. Ia tidak pernah ingin mencemari kedekatannya dengan Penggenggam Alam semesta dengan mengeluh. Ia tetap berjalan walau tertatih memenuhi kewajiban sebagai Hamba Allah, dan sebagai imam dalam keluarganya.
Tiba tiba dari speaker bandara terdengar bunyi memanggil namanya. Belum hilang rasa terkejutnya, tiba2 tiba sekelompok orang berbadan tegap menghampirinya. Mereka membawa Ammar ke kendaraan beroda empat tanpa basa basi, mereka hanya berkata “Prince memanggilmu”. Ammar semakin resah ada apa Prince memanggilnya?

Kerajaan Saudi mempunyai banyak Prince dan Princess (Putra dan Putri Kerajaan) , mereka tersebar sampai ratusan diseluruh jazirah Arab ini dan tinggal di istana masing masing.
Setiap kali Ammar adzan Prince selalu bangkit dan merasa terpanggil untuk sholat. Hingga suatu hari bunyi Ammar beradzan tak terdengar lagi . Prince merasa kehilangan dan ketika mengetahui bahwa sang muadzin pulang kenegerinya. dia pribadi memerintahkan pihak bandara untuk menunda penerbangan dan segera menjemput Ammar .
Ammar sudah tiba di istana dan Prince menyambutnya dengan ramah sambil menanyakan mengapa Ammar ingin kembali ke negerinya. Lalu ia mulai bercerita bahwa sudah lima tahun bekerja di kota Riyadh tapi tak pernah mendapatkan kesempatan kerja yang tetap serta honor yang cukup untuk menghidupi keluarganya di Sudan.

Prince mengangguk nganguk dan bertanya:
Berapakah gajimu dalam satu bulan?
Amar kebingungan, alasannya yakni honor yang ia terima tidak pernah tetap. Bahkan sering ia tidak punya honor berbulan bulan. Prince memakluminya, kemudian ia bertanya lagi:
Berapa honor paling besar dalam sebulan yang pernah kau terima ?
Dahi Ammar berkerut mengingat kembali catatan hitamnya selama lima tahun ini.
Alhamdulilah, SR 1.400 “, jawab Ammar.
Prince pribadi memerintahkan bendahara untuk menghitung 1.400 Real dikali dengan 5 tahun (60 bulan) dan hasilnya yakni SR 84.000 (84 Ribu Real = Rp. 184. 800.000). Lalu Prince menyerahkan uang tersebut kepada Ammar.
Tubuh Amar gemetar melihat keajaiban dihadapannya, belum selesai bibir mengucapkan Al Hamdalah, Prince menghampiri dan memeluknya seraya berkata:
Aku tahu dongeng wacana keluargamu yang menantimu di Sudan. Pulanglah temui istri dan anakmu dengan uang ini, kemudian kembalilah sesudah 3 bulan. Saya siapkan tiket untuk kau dan keluargamu kembali ke kota Riyadh. Jadilah Bilal di masjidku dan hiduplah bersama kami di Palace ini.“
Ammar tak sanggup menahan air matanya, ia bukan terharu alasannya yakni mendapatkan sejumlah uang walau uang itu sangat besar artinya bagi keluarganya yang miskin. Ammar menangis alasannya yakni keyakinannya selama ini benar, Allah sungguh sungguh memperhatikan hambanya, kesabaran selama lima tahun berakhir dengan indah.Inilah buah dari kesabaran dan keikhlasan Ammar.
Semua berubah dalam sekejap, lima tahun itu yakni masa yang usang bagi Ammar. tapi nothing imposible for Allah, tidak ada yang mustahil kalau Allah berkehendak.

Ini kisah faktual yang tokohnya masih berada di kota Riyadh, ketika ini Ammar hidup cukup di sebuah rumah di dalam istana milik Prince. Ammar dianugerahi Allah hidup yang baik didunia, menjabat sebagai Muadzin di Masjid Prince Saudi Arabia di sentra kota Riyadh.
Subhanallah….seperti itulah buah dari kesabaran.
“Jika tabah itu mudah, tentu semua orang bisa melakukannya.
Jika kau mulai berkata tabah itu ada batasnya, itu cukup berarti pribadimu belum bisa menetapi kesabaran, *karena tabah itu tak ada batasnya. Batas kesabaran itu terletak didekat pintu Syurga dalam naungan keridhaan Nya”.* 

*”Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang tabah dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai laba yang besar).”*  Al Fushilat 3)

Allahu akbar! Maha Benar Allah dengan segala Firman Nya.
Kisah faktual yang memberi pelajaran pada kita semua. Insya Allah yg terbaik akan diberikan Allah pada mereka yang berdo'a dengan tulus dan terus berusaha.

Wallahu alam..


Demikianlah Artikel Kesabaran Berbuah Rezeki 184 Juta

Sekianlah artikel Kesabaran Berbuah Rezeki 184 Juta kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Kesabaran Berbuah Rezeki 184 Juta dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2021/05/kesabaran-berbuah-rezeki-184-juta.html

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel