Mengapa Nilai Kita Tidak Diukur Dari Banyaknya Rezeki?
Wednesday, July 15, 2020
Edit
Mengapa Nilai Kita Tidak Diukur Dari Banyaknya Rezeki? - Hallo sahabat Islam Itu Indah, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Mengapa Nilai Kita Tidak Diukur Dari Banyaknya Rezeki?, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel cerita,
Artikel Pesan, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul : Mengapa Nilai Kita Tidak Diukur Dari Banyaknya Rezeki?
link : Mengapa Nilai Kita Tidak Diukur Dari Banyaknya Rezeki?
Dunia dengan harta berlimpah, emas dan peraknya, jabatan dan rumah megah kolam istana tidak berhak mengalirkan setetespun air mata kita. Diriwayatkan oleh At Tirmidzy bahwa Rasulullah bersabda, "Dunia ini terkutuk, semua yang ada di dalamnya terkutuk, kecuali dzikir kepada Allah, hal-hal yang berkaitan dengan dzikir, seorang alim dan seorang yang terus belajar."
Dunia, kekayaan, rezeki yang banyak itu bahu-membahu tidak lebih dari barang titipan. "Harta kekayaan, rezeki berlimpah, keluarga itu hanyalah titipan dan suatu ketika barang titipan itu akan dikembalikan kepada pemilikNya.
Uang miliaran, rezeki yang terus mengalir, gedung megah, kendaraan beroda empat glamor keluaran terbaru tidak akan menangguhkian kematian seorang hamba. Halim artThai, "demi hidupmu kekayaan takkan memberi manfaat kepada seorang pun, ketika dada sudah tersengal dan sesak menunggu ajal"
Oleh lantaran itu kalangan bijak bestari menyampaikan " Tentukan harga sesuatu itu secara rasional, alasannya ialah dunia dan seisinya tidak lebih mahal dari jiwa seorang mukmin." Nilai seseorang tidak dilihat dari berapa besar hartanya, berapa banyak rezeki Allah yang diterimanya, berapa besar tabungannya di bank, tetapi keimanan dan takwanya pada Allah yang penting. Meski harta berlimpah, emas perak segunung, rezeki bertambah-tambah ditumpuk hingga menjulang tapi kalau tidak punya keimanan dan ketakwaan ibaratnya sama dengan orang miskin. Orang miskin yang papa dan tidak punya bekal menuju kampung yang abadi, negeri selesai zaman.
" Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main belaka (Q.S.Al Ankabut : 64).
Hasan Al Bashri mengatakan, "jangan tentukan harga dirimu kecuali dengan surga. Jiwa orang yang beriman itu mahal, tapi sebagian dari mereka itu menjualnya dengan harga yang murah."
Orang-orang yang menangis meraung-raung lantaran kehilangan harta mereka dan merasa rezekinya kurang dan diperlakukan tidak adil oleh Allah yang tidak meratapi dan bersedih atas merosotnya nilai keimanan mereka, membanjirnya dosa-dosa mereka, dan memandang sebelah mata nilai-nilai ketaqwaan kepada Allah bersedia menukar dunia dengan surga. Padahal nirwana itu awet dan dunia itu fana. Mereka menganggap apa yang dilakukannya itu andal dan bernilai. Padahal nilainya hanya mirip debu kering yang tertiup angin.
Intinya jangan pernah berbangga diri dengan harta berlimpah dan rezeki yang banyak yang dianugerahkan Allah kepada kita, jikalau harta itu tidak membantu kita memasuki nirwana yang abadi. " Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat." (Q.S. Al Insan : 27). Wallahu alam.
Anda sekarang membaca artikel Mengapa Nilai Kita Tidak Diukur Dari Banyaknya Rezeki? dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2020/07/mengapa-nilai-kita-tidak-diukur-dari.html
Judul : Mengapa Nilai Kita Tidak Diukur Dari Banyaknya Rezeki?
Mengapa Nilai Kita Tidak Diukur Dari Banyaknya Rezeki?
Seorang penyair berkata, "jiwaku yang mempunyai sesuatu itu akan pergi, mengapa saya harus menangisi sesuatu yang akan pergi?"Dunia dengan harta berlimpah, emas dan peraknya, jabatan dan rumah megah kolam istana tidak berhak mengalirkan setetespun air mata kita. Diriwayatkan oleh At Tirmidzy bahwa Rasulullah bersabda, "Dunia ini terkutuk, semua yang ada di dalamnya terkutuk, kecuali dzikir kepada Allah, hal-hal yang berkaitan dengan dzikir, seorang alim dan seorang yang terus belajar."
Dunia, kekayaan, rezeki yang banyak itu bahu-membahu tidak lebih dari barang titipan. "Harta kekayaan, rezeki berlimpah, keluarga itu hanyalah titipan dan suatu ketika barang titipan itu akan dikembalikan kepada pemilikNya.
Uang miliaran, rezeki yang terus mengalir, gedung megah, kendaraan beroda empat glamor keluaran terbaru tidak akan menangguhkian kematian seorang hamba. Halim artThai, "demi hidupmu kekayaan takkan memberi manfaat kepada seorang pun, ketika dada sudah tersengal dan sesak menunggu ajal"
Oleh lantaran itu kalangan bijak bestari menyampaikan " Tentukan harga sesuatu itu secara rasional, alasannya ialah dunia dan seisinya tidak lebih mahal dari jiwa seorang mukmin." Nilai seseorang tidak dilihat dari berapa besar hartanya, berapa banyak rezeki Allah yang diterimanya, berapa besar tabungannya di bank, tetapi keimanan dan takwanya pada Allah yang penting. Meski harta berlimpah, emas perak segunung, rezeki bertambah-tambah ditumpuk hingga menjulang tapi kalau tidak punya keimanan dan ketakwaan ibaratnya sama dengan orang miskin. Orang miskin yang papa dan tidak punya bekal menuju kampung yang abadi, negeri selesai zaman.
" Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main belaka (Q.S.Al Ankabut : 64).
Hasan Al Bashri mengatakan, "jangan tentukan harga dirimu kecuali dengan surga. Jiwa orang yang beriman itu mahal, tapi sebagian dari mereka itu menjualnya dengan harga yang murah."
Orang-orang yang menangis meraung-raung lantaran kehilangan harta mereka dan merasa rezekinya kurang dan diperlakukan tidak adil oleh Allah yang tidak meratapi dan bersedih atas merosotnya nilai keimanan mereka, membanjirnya dosa-dosa mereka, dan memandang sebelah mata nilai-nilai ketaqwaan kepada Allah bersedia menukar dunia dengan surga. Padahal nirwana itu awet dan dunia itu fana. Mereka menganggap apa yang dilakukannya itu andal dan bernilai. Padahal nilainya hanya mirip debu kering yang tertiup angin.
Intinya jangan pernah berbangga diri dengan harta berlimpah dan rezeki yang banyak yang dianugerahkan Allah kepada kita, jikalau harta itu tidak membantu kita memasuki nirwana yang abadi. " Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat." (Q.S. Al Insan : 27). Wallahu alam.
Demikianlah Artikel Mengapa Nilai Kita Tidak Diukur Dari Banyaknya Rezeki?
Sekianlah artikel Mengapa Nilai Kita Tidak Diukur Dari Banyaknya Rezeki? kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Mengapa Nilai Kita Tidak Diukur Dari Banyaknya Rezeki? dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2020/07/mengapa-nilai-kita-tidak-diukur-dari.html