Mengapa Sombong Menghalangi Rezeki?
Monday, April 20, 2009
Edit
Mengapa Sombong Menghalangi Rezeki? - Hallo sahabat Islam Itu Indah, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Mengapa Sombong Menghalangi Rezeki?, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel alasan, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul : Mengapa Sombong Menghalangi Rezeki?
link : Mengapa Sombong Menghalangi Rezeki?
Hari itu juga, si Santri berjalan menyusuri jalanan. Di tengah jalan, ia bertemu seorang pemabuk berat. Menurut pemilik warung yang dijumpainya, orang tersebut kerjanya mabuk-mabukan setiap hari. Pikiran si Santri sedikit tenang, dalam hatinya ia berkata,
Anda sekarang membaca artikel Mengapa Sombong Menghalangi Rezeki? dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2009/04/mengapa-sombong-menghalangi-rezeki.html
Judul : Mengapa Sombong Menghalangi Rezeki?
link : Mengapa Sombong Menghalangi Rezeki?
Mengapa Sombong Menghalangi Rezeki?
ARTIKEL KE 883
MAHLUK PALING HINA
Di sebuah pondok pesantren, terdapat seorang santri yang tengah menuntut ilmu pada seorang Kyai. Sudah bertahun-tahun lamanya si santri belajar. Hingga tibalah ketika dimana ia akan diperbolehkan pulang untuk mengabdi kepada masyarakat. Sebelum si Santri pulang, Kyai memberinya sebuah ujian untuk menandakan apakah ilmu yang dipelajarinya betul-betul sanggup dipahami dengan baik.
Pak Kyai kemudian berkata pada si santri.
"Sebelum kau pulang, dalam tiga hari ini, saya ingin meminta kau mencarikan seorang ataupun makhluk yang lebih hina dan lebih buruk dari kamu, sehingga kau yakin kau bakalan masuk nirwana dan ia masuk neraka “
Si santri sangat paham dengan kyainya, kemudaian berkata dengan yakin,
“Tiga hari itu terlalu usang Kyai, hari ini saya sanggup menemukan banyak orang atau makhluk yang lebih buruk dari padaku yang sanggup dipastikan ia masuk neraka"
Sang Kyai tersenyum seraya mempersilakan muridnya membawa seorang ataupun makhluk itu kehadapannya. Santri keluar dari ruangan Kyai dengan semangat, lantaran menganggap begitu gampang ujian itu. Apa susahnya mencari mahluk yang lebih buruk darinya..?
Hari itu juga, si Santri berjalan menyusuri jalanan. Di tengah jalan, ia bertemu seorang pemabuk berat. Menurut pemilik warung yang dijumpainya, orang tersebut kerjanya mabuk-mabukan setiap hari. Pikiran si Santri sedikit tenang, dalam hatinya ia berkata,
“Inilah orang yang lebih buruk dariku, setiap hari ia habiskan hanya untuk mabuk-mabukan, sementara saya selalu rajin beribadah.”
Siap-siaplah ia pulang menemui kyainya dan mempresentasikan apa yang ditemukannya.
Tapi dalam perjalanan pulang Si santri kembali berpikir,
" Apa betul pemabuk itu lebih buruk dari aku, kini ia mabuk-mabukan tapi siapa yang tahu di tamat hayatnya Allah justru mendatangkan hidayah hingga ia sanggup khusnul khotimah, sedangkan saya yang kini rajin ibadah, kalau diakhir hayatku, Allah justru menghendaki Suúl Khotimah, bagaimana? Berarti pemabuk itu belum tentu lebih buruk dari aku,”ujarnya bimbang.
Akhirnya ia memutar haluan kembali melanjutkan perjalanannya mencari orang atau makhluk yang lebih buruk darinya. Di tengah perjalanan, ia menemukan seekor anjing yang menjijikkan lantaran selain bulunya kusut dan bau, anjing tersebut juga menderita kudisan.
“Akhirnya ketemu juga makhluk yang lebih buruk dari aku, anjing tidak hanya haram, tapi juga kudisan dan menjijikkan, ”teriak santri dengan girang.
Dengan memakai karung beras, si Santri membungkus anjing tersebut hendak dibawa ke pesantren. Namun ditengah jalan, tiba-tiba ia kembali berpikir..
“Anjing ini memang buruk rupa dan kudisan, namun benarkah ia lebih buruk dari aku?” Oh tidak, kalau anjing ini meninggal, maka ia tidak akan dimintai pertanggung tanggapan atas apa yang dilakukannya di dunia, sedangkan saya harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan selama di dunia dan sanggup jadi saya akan masuk ke neraka."
“Anjing ini memang buruk rupa dan kudisan, namun benarkah ia lebih buruk dari aku?” Oh tidak, kalau anjing ini meninggal, maka ia tidak akan dimintai pertanggung tanggapan atas apa yang dilakukannya di dunia, sedangkan saya harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan selama di dunia dan sanggup jadi saya akan masuk ke neraka."
Akhirnya si santri menyadari bahwa dirinya belum tentu lebih baik dari anjing tersebut. Hari semakin sore, si Santri masih terus mencoba menemukan orang atau makluk yang lebih buruk darinya. Namun hingga malam tiba, ia tak jua menemukannya. Lama sekali ia berpikir, hingga jadinya ia tetapkan untuk pulang ke Pesantren dan menemui sang Kyai.
“Bagaimana Anakku, apakah kau sudah menemukannya?”tanya sang Kyai.
“Sudah, Kyai,”jawabnya seraya tertunduk. “Ternyata diantara orang atau makluk yang berdasarkan saya sangat buruk, saya tetap paling buruk dari mereka,”ujarnya perlahan.
Mendengar tanggapan sang Murid, kyai tersenyum lega,
”Alhamdulillah.. kau dinyatakan lulus dari ujian ini, anakku,”ujar Kyai terharu.
”Alhamdulillah.. kau dinyatakan lulus dari ujian ini, anakku,”ujar Kyai terharu.
Kemudian Kyai berkata "Selama kita hidup di Dunia, jangan pernah bersikap sombong dan merasa lebih baik atau mulia dari orang ataupun makhluk lain. Kita tidak pernah tahu, bagaimana tamat hidup yang akan kita jalani. Bisa jadi kini kita baik dan mulia, tapi diakhir hayat justru menjadi makhluk yang seburuk-buruknya. Bisa jadi pula kini kita beriman, tapi di tamat hayat, setan berhasil memalingkan wajah kita hingga melupakan_Nya. Tak ada satupun insan yang tahu kita akan berakhir di nirwana atau nerakaNYA.
Si santri mendapat pencerahan dalam perjalanannya mencari keburukan orang lain. Dari persangkaannya bahwa seseorang /sesuatu lebih buruk darinya ia malah menemukan bahwa justru dirinya lah yang lebih buruk lantaran diselubungi prasangka yang belum tentu benar. Persangkaan inilah yang menciptakan seseorang menjaga jarak dengan orang lain. Terlalu cepat memperlihatkan kesimpulan dan evaluasi atas orang lain. Penilaian yang sangat subjektif berdasarkan arogansi (kesombongan) merasa dirinya LEBIH baik dan orang lain lebih buruk. Karena itu Allah memerintahkan kita untuk menjauhi prasangka.
Arogansi ialah prosedur pertahanan yang dipakai untuk menjaga jarak dengan orang lain lantaran jutaan prasangka yang terbenam di kepala. Kenapa si kaya menjaga jarak dengan si miskin? Karena takut kalo si miskin bakal morotin atau mencuri hartanya. Mengapa si miskin menjaga jarak dengan si kaya? Karena takut si kaya akan menghina dirinya yang tak berpunya dan itu menyinggung harga dirinya. Prasangka yang belum tentu benar..
Benih kesombongan tercipta lantaran prasangka diri yang lebih dari orang lain...overvalue. Iblis/jin ialah mahluk Allah yang taat tapi jadinya terlempar dari nirwana lantaran merasa lebih dari Adam..
kita semua terhubung ke Sumber yang sama yaitu Allah SWT dan kita semua terlibat dalam pengalaman kolektif yang sama, dilahirkan di dunia ini tak membawa apa-apa dan pulang pun juga tak bawa apa-apa. Di dunia ini kita membuatkan rezeki yang diberi Allah SWT, matahari, hujan, oksigen dan kita selain bergantung sama Allah juga benar-benar saling berinteraksi dan bergantung satu sama lain. Tak ada insan yang sanggup hidup dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Lewat interaksi itulah jadinya tenggang rasa dan kasih sayang muncul melalui hati yang jujur melihat kekurangan diri sendiri pada kekurangan orang lain. Kekurangan dan kesalahan yang dimiliki seseorang kita juga punya. Karenanya kesalahan dan kekurangan orang lain ialah cermin diri kita sendiri. Sekali prasangka dihilangkan kita tidak lagi membutuhkan jarak untuk melindungi ego kita sehingga arogansi jadinya akan hancur dengan sendirinya..
Menjawab pertanyaan di atas, mengapa sombong menghalangi rezeki? Karena sombong itu:
- Menjaga jarak pada Sang Pencipta. Hati dipenuhi prasangka pada Allah atas ketentuanNYA. Jika rezekinya anggun itu dianggap sebagai hasil usahanya, tapi jikalau rezekinya buruk ia anggap Allah menghinakan dan menjatuhkannya..Sehingga ketika sukses ia sombong dan ketika jatuh ia protes sama Allah.
- Menjaga jarak pada sesama manusia. Rezeki tiba dititip Allah pada tangan orang lain jadi tertolak karenanya (baca: kebiasaan yang menolak rezeki).. Dia selalu curiga atas kebaikan orang lain. Dia tak gampang percaya atas pinjaman orang lain selalu berpikir niscaya ada udang di balik batu. Egonya yang terlalu tinggi membuatnya merasa orang lain selalu ingin memanfaatkannya. Kalopun rezeki itu hingga kepadanya hanya lantaran Allah yang Maha Pemurah mengizinkannya.
- Karena ia terus menjaga jarak dan memblok kebaikan tiba sehingga apapun yang diterimanya tak sanggup disyukuri secara benar. Tak ada yang sanggup menolak rezeki Allah tapi Dia Maha Kuasa menentukan dan memilah siapa yang diberiNYA.. Coba pikir, diantara orang sombong dan tulus kira-kira siapa yang dipilih?
Rasulullah SAW bersabda:
Tidak akan masuk kedalam nirwana orang yang di hatinya ada kesombongan meskipun sebesar biji sawi (HR.Muslim no 91 ).
Itulah sebabnya iblis yang sebenarnya sangat alim dan sebelumnya taat jadi terlempar dari kenyamanan nirwana dan ditakdirkan jadi penghuni neraka..karena mempunyai perasaan sombong. Bunuhlah kesombongan lantaran kesombongan hanya menciptakan kejatuhan dalam lubang yang dalam.
Semoga sedikit ilmu yang di titipkan Allah Subhana Ta'ala dihati kita tidak mengakibatkan kita sombong dalam segala urusan.
Dan supaya di sisa umur yang Allah berikan sanggup kita pergunakan sebaik-baiknya untuk memperbanyak Amal saleh dan bukan hanya di sibukan dengan urusan duniawi belaka dan supaya kita menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.....
Aamiin Ya Rabbal Alamiin
Aamiin Ya Rabbal Alamiin
baca juga : mengapa tukang kritik jauh rezeki?
Wallahu alam..
Demikianlah Artikel Mengapa Sombong Menghalangi Rezeki?
Sekianlah artikel Mengapa Sombong Menghalangi Rezeki? kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Mengapa Sombong Menghalangi Rezeki? dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2009/04/mengapa-sombong-menghalangi-rezeki.html