Kala Isteri Minta Kerja
Monday, June 15, 2009
Edit
Kala Isteri Minta Kerja - Hallo sahabat Islam Itu Indah, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Kala Isteri Minta Kerja, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel cerita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul : Kala Isteri Minta Kerja
link : Kala Isteri Minta Kerja
Anda sekarang membaca artikel Kala Isteri Minta Kerja dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2009/06/kala-isteri-minta-kerja.html
Judul : Kala Isteri Minta Kerja
link : Kala Isteri Minta Kerja
Kala Isteri Minta Kerja
ARTIKEL KE 827
"Bang, Aku Ingin Kerja"
Ketika isteri minta kerja apa yang harus dilakukan oleh suami?
Percakapan ini mungkin saja terjadi dalam keluarga anda.
Istri : Abang, saya mau kerja!” Aku kan sarjana, punya ijazah. Kata ibu, sayang ijazah hanya dibiarkan jadi penghuni laci. Boleh ya, Bang? (dengan wajah berbinar penuh harap)
Suami : Jangan, lah. Kamu di rumah aja. Istri itu di rumah tugasnya (sambil pasang senyum paling manis)
.
Istri : “Itu, tetangga kita, Bu Fulanah, dia kerja! Keren aja liat dia saban hari keluar rumah pake seragam” (masih berusaha nego)
.
Suami :“Hehe …, dia itu guru, sayaang. Dia diharapkan banyak orang. Yang membutuhkan kau tidak banyak. Hanya Abang dan anak kita. Di rumah saja, ya.” (kali ini sambil mencubit mesra pipi isterinya)
.
Istri : “Itu…, tetangga kita yang satunya, yang kini sudah pindah ke kampung sebelah, saya lihat dia kerja. Bukan guru. Tidak diharapkan banyak orang.” (mulai sedikit emosi)
.
Suami :“Nanti, tunggu Abang meninggal dunia.” (pasang mimik serius)
.
Istri : “Apa-apaan sih?” (sambil memukul dada suaminya dengan mesra)
.
Suami :“Dia itu janda, sayaaaang. Suaminya meninggal satu setengah bulan yang lalu. Makanya dia kerja buat ngehidupin anak-anaknya.”
.
Istri : “Tapi kebutuhan kita makin banyak, Bang. Anak-anak makin besar, makin butuh biaya dan harga kebutuhan sehari-hari pun pada melonjak naik..”
.
Suami : “Kan Abang masih kerja, Abang masih sehat, masih kuat. Akan Abang usahakan, InsyaAllah kau dan belum dewasa gak akan kelaparan.”
.
Istri : “Iya, saya tahu. Tapi penghasilan Abang untuk ketika ini tidaklah cukup. Abang boleh hitung sendiri, berapa harga beras sekilo, berapa harga telur, ikan dan daging, belum kebutuhan sekolah anak-anak”
.
Suami : “Bukannya tidak cukup, tapi belum lebih. Mengapa Abang bilang begitu? Karena Allah niscaya mencukupi. Rezeki mah cukup Dek, yang kurang itu syukurnya. Lagi pula, kalau kau kerja siapa yang jaga anak kita?”
.
Istri : “Kan ada Ibu! Pasti dia tidak akan keberatan. Malah dengan sangat senang hati. Tiap hari ada cucu yang ditimang dan dimanja, gak mesti merengek-rengek supaya kita bawa cucu menemuinya”
suami : “Istri Abang yang Abang cintai, dari perut hingga lahir, hingga sebelum Abang bisa mengerjakan pekerjaan Abang sendiri, segalanya memakai tenaga Ibu. Abang belum ada pemberian yang sebanding dengan itu semua. Sedikit pun belum terbalas jasanya. Dan Abang yakin itu tak akan bisa. Setelah itu semua, apakah kini Abang akan meminta Ibu untuk mengurus anak Abang juga?”
Istri :“Bukan Ibumu, tapi Ibuku, Bang?”
Suami : “Apa bedanya? Mereka berdua sama-sama Ibu kita. Mereka memang tidak akan keberatan. Tapi kita, kita ini akan jadi anak yang tegaan. Seolah-olah, kita ini tidak punya perasaan.”
Istri : “Jadi, kita harus bagaimana?”
Suami : “Istriku, takut tidak tercukupi akan rezeki ialah penghinaan kepada Allah. Jangan khawatir! Mintalah pada-Nya. Atau begini saja, Abang ada ide! Tapi Abang mau tanya dulu.”
Istri :“Apa, Bang?”
Suami : “Apa alasan paling mendasar, yang membuat kau ingin bekerja?”
Istri : “Ya untuk memperbaiki perekonomian kita, Bang. Aku ingin membantumu dalam penghasilan. Untuk kita, keluarga kita. Apa itu salah”
Suami : “Gak salah sama sekali. Terima kasih sudah memikirkan untuk membantuku meskipun saya gak minta. Kalau memang begitu, kita buka perjuangan kecil saja di rumah. Misal sarapan pagi. Bubur ayam misalnya? Atau, bisnis online saja. Hijab, jilbab, pakaian muslim. Kamu yang jalani. Bagaimana? anak terurus, rumah terurus, Abang terlayani, uang masuk terus, Insya Allah. Keren, kan?”
.
Istri : “Ye...masa' sarjana jualan bubur ayam? Ogah ah...!! Suamiku sayang, saya tidak berakal berbisnis, tidak bisa jualan. Aku ini mau jadi karyawati. Bakatku di sana. Aku harus keluar kalau ingin menambah penghasilan. Cari kerja. Titik!!” (mulai merajuk)
.
Suami : “Tidak harus keluar. Tenang, masih ada solusi!”
.
Istri :“Apa?”
.
Suami : “Bukankah ada yang lima waktu? Bukankah ada Tahajud? Bukankah ada Dhuha? Bukankah ada sedekah? Bukankah ada puasa? Bukankah ada amalan-amalan lainnya? Allah itu Maha Kaya. Minta saja pada-Nya. Bukankah semua itu amalan penarik rezeki?”
.
Istri :“Iya, Bang, saya tahu. Tapi itu semua harus ada ikhtiar nyata.”
.
Suami : “Kita ini partner, sayang. Abanglah pelaksana ikhtiarnya. Tugas kau cukup itu. Beribadah dan berdoa. Insya Allah bila berdasarkan Allah baik, menurut-Nya kita pantas, kehidupan kita niscaya akan berubah. Rezeki bisa tiba dari mana saja, bahkan dari arah yang tak disangka-sangka”
.
Istri : “Tapi, Bang?!”
.
Suami : “Abang tanya lagi…, kau ingin kita hidup kaya, apa berkah?”
.
Istri :“Aku ingin kita hidup kaya dan berkah.”
.
Suami : “Kalau begitu lakukan amalan-amalan tadi. Insya Allah kaya dan berkah.”
.
Istri : “Kalau tidak kaya?”
.
Suami : “Kan masih berkah? Dan…, tahu apa yang terjadi padamu bila tetap istiqomah dengan itu?”
.
Istri : “Apa, Bang?
.
Suami : “Pilihlah pintu nirwana yang mana saja yang kau suka. Dan kamu, menjadi sebenar-benarnya pemanis dunia.”
***
Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang perempuan (istri) itu telah melaksanakan shalat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, menjaga harga dirinya dan mentaati perintah suaminya, maka ia diundang di darul abadi supaya masuk nirwana berdasarkan pintunya mana yang ia suka (sesuai pilihannya),” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Thabrani).
.
“Dunia ialah perhiasan, dan sebaik-baik pemanis dunia ialah perempuan sholehah” [H.R. Muslim]
.
.
Istri : “Itu, tetangga kita, Bu Fulanah, dia kerja! Keren aja liat dia saban hari keluar rumah pake seragam” (masih berusaha nego)
.
Suami :“Hehe …, dia itu guru, sayaang. Dia diharapkan banyak orang. Yang membutuhkan kau tidak banyak. Hanya Abang dan anak kita. Di rumah saja, ya.” (kali ini sambil mencubit mesra pipi isterinya)
.
Istri : “Itu…, tetangga kita yang satunya, yang kini sudah pindah ke kampung sebelah, saya lihat dia kerja. Bukan guru. Tidak diharapkan banyak orang.” (mulai sedikit emosi)
.
Suami :“Nanti, tunggu Abang meninggal dunia.” (pasang mimik serius)
.
Istri : “Apa-apaan sih?” (sambil memukul dada suaminya dengan mesra)
.
Suami :“Dia itu janda, sayaaaang. Suaminya meninggal satu setengah bulan yang lalu. Makanya dia kerja buat ngehidupin anak-anaknya.”
.
Istri : “Tapi kebutuhan kita makin banyak, Bang. Anak-anak makin besar, makin butuh biaya dan harga kebutuhan sehari-hari pun pada melonjak naik..”
.
Suami : “Kan Abang masih kerja, Abang masih sehat, masih kuat. Akan Abang usahakan, InsyaAllah kau dan belum dewasa gak akan kelaparan.”
.
Istri : “Iya, saya tahu. Tapi penghasilan Abang untuk ketika ini tidaklah cukup. Abang boleh hitung sendiri, berapa harga beras sekilo, berapa harga telur, ikan dan daging, belum kebutuhan sekolah anak-anak”
.
Suami : “Bukannya tidak cukup, tapi belum lebih. Mengapa Abang bilang begitu? Karena Allah niscaya mencukupi. Rezeki mah cukup Dek, yang kurang itu syukurnya. Lagi pula, kalau kau kerja siapa yang jaga anak kita?”
.
Istri : “Kan ada Ibu! Pasti dia tidak akan keberatan. Malah dengan sangat senang hati. Tiap hari ada cucu yang ditimang dan dimanja, gak mesti merengek-rengek supaya kita bawa cucu menemuinya”
suami : “Istri Abang yang Abang cintai, dari perut hingga lahir, hingga sebelum Abang bisa mengerjakan pekerjaan Abang sendiri, segalanya memakai tenaga Ibu. Abang belum ada pemberian yang sebanding dengan itu semua. Sedikit pun belum terbalas jasanya. Dan Abang yakin itu tak akan bisa. Setelah itu semua, apakah kini Abang akan meminta Ibu untuk mengurus anak Abang juga?”
Istri :“Bukan Ibumu, tapi Ibuku, Bang?”
Suami : “Apa bedanya? Mereka berdua sama-sama Ibu kita. Mereka memang tidak akan keberatan. Tapi kita, kita ini akan jadi anak yang tegaan. Seolah-olah, kita ini tidak punya perasaan.”
Istri : “Jadi, kita harus bagaimana?”
Suami : “Istriku, takut tidak tercukupi akan rezeki ialah penghinaan kepada Allah. Jangan khawatir! Mintalah pada-Nya. Atau begini saja, Abang ada ide! Tapi Abang mau tanya dulu.”
Istri :“Apa, Bang?”
Suami : “Apa alasan paling mendasar, yang membuat kau ingin bekerja?”
Istri : “Ya untuk memperbaiki perekonomian kita, Bang. Aku ingin membantumu dalam penghasilan. Untuk kita, keluarga kita. Apa itu salah”
Suami : “Gak salah sama sekali. Terima kasih sudah memikirkan untuk membantuku meskipun saya gak minta. Kalau memang begitu, kita buka perjuangan kecil saja di rumah. Misal sarapan pagi. Bubur ayam misalnya? Atau, bisnis online saja. Hijab, jilbab, pakaian muslim. Kamu yang jalani. Bagaimana? anak terurus, rumah terurus, Abang terlayani, uang masuk terus, Insya Allah. Keren, kan?”
.
Istri : “Ye...masa' sarjana jualan bubur ayam? Ogah ah...!! Suamiku sayang, saya tidak berakal berbisnis, tidak bisa jualan. Aku ini mau jadi karyawati. Bakatku di sana. Aku harus keluar kalau ingin menambah penghasilan. Cari kerja. Titik!!” (mulai merajuk)
.
Suami : “Tidak harus keluar. Tenang, masih ada solusi!”
.
Istri :“Apa?”
.
Suami : “Bukankah ada yang lima waktu? Bukankah ada Tahajud? Bukankah ada Dhuha? Bukankah ada sedekah? Bukankah ada puasa? Bukankah ada amalan-amalan lainnya? Allah itu Maha Kaya. Minta saja pada-Nya. Bukankah semua itu amalan penarik rezeki?”
.
Istri :“Iya, Bang, saya tahu. Tapi itu semua harus ada ikhtiar nyata.”
.
Suami : “Kita ini partner, sayang. Abanglah pelaksana ikhtiarnya. Tugas kau cukup itu. Beribadah dan berdoa. Insya Allah bila berdasarkan Allah baik, menurut-Nya kita pantas, kehidupan kita niscaya akan berubah. Rezeki bisa tiba dari mana saja, bahkan dari arah yang tak disangka-sangka”
.
Istri : “Tapi, Bang?!”
.
Suami : “Abang tanya lagi…, kau ingin kita hidup kaya, apa berkah?”
.
Istri :“Aku ingin kita hidup kaya dan berkah.”
.
Suami : “Kalau begitu lakukan amalan-amalan tadi. Insya Allah kaya dan berkah.”
.
Istri : “Kalau tidak kaya?”
.
Suami : “Kan masih berkah? Dan…, tahu apa yang terjadi padamu bila tetap istiqomah dengan itu?”
.
Istri : “Apa, Bang?
.
Suami : “Pilihlah pintu nirwana yang mana saja yang kau suka. Dan kamu, menjadi sebenar-benarnya pemanis dunia.”
***
Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang perempuan (istri) itu telah melaksanakan shalat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, menjaga harga dirinya dan mentaati perintah suaminya, maka ia diundang di darul abadi supaya masuk nirwana berdasarkan pintunya mana yang ia suka (sesuai pilihannya),” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Thabrani).
.
“Dunia ialah perhiasan, dan sebaik-baik pemanis dunia ialah perempuan sholehah” [H.R. Muslim]
.
KESIMPULAN
Berdasar dari percakapan di atas kala isteri minta kerja:
1.) Suami harus bersikap bijaksana.
Gak boleh eksklusif mengiyakan dan gak boleh serta merta melarang. Tanya baik-baik alasannya mengapa isteri mau kerja.
2.) Cari solusi.
Apapun keputusannya harus memuaskan semua pihak, contohnya urusan anak dan suami beres tanpa merepotkan orang lain. Bekerja tak mesti harus di kantor menjadi karyawati yang jam kerjanya full dari pagi hingga sore, tapi bisa mencari alternatif bekerja yang waktunya lebih longgar, menyerupai jualan di rumah atau bisnis online.
3) Bekerja dan bermanfaat
Carilah pekerjaan yang diharapkan dan memberi manfaat/membantu banyak orang menyerupai guru, dokter, bidan, suster. Karena pekerjaan ini selain mendatangkan penghasilan juga menambah pundi-pundi amal..
4) Sarjana jualan, why not?
Yang penting bukan gelarnya tapi pekerjaannya halal atau tidak. Bergelar sarjana tak menjamin rezekinya banyak. Gelar sarjana hanyalah sebuah ikhtiar untuk mendapat kehidupan yang lebih baik dan harus ditindak lanjuti dengan ikhtiar berikutnya, yaitu menemukan pekerjaan yang menghasilkan dan bermanfaat.
5) Allah Maha mencukupi.
Allah tak membuat kemiskinan, percayalah. Allah memberi rezeki yang cukup bagi setiap mahluk. Lalu mengapa kita merasa tak tercukupi? Bisa jadi alasannya ialah syukurnya yang kurang.
6) Nafkah ialah tanggung jawab suami
Tanggung jawab utama memenuhi nafkah keluarga ada pada bahu suami. Selama suami masih sehat dan kuat, wajib baginya mencari rezeki untuk anak isterinya sesuai kemampuannya. Jika suami sudah tak bisa lagi contohnya cacat permanen atau sakit parah ataupun sudah meninggal, isteri bisa menggantikan posisi tersebut tentu dengan seizin suaminya..
7) Jangan membebani orang tua
Begitu menikah maka tanggung jawab seorang isteri beralih ke bahu suaminya, meskipun tugasnya untuk berbakti pada orang renta tak berhenti. Setelah menikah maka baktilah yang harus ditunjukkan pada orang renta bukan lagi menjadi bebannya.. termasuk dalam pengurusan anak-anak. Mereka ialah tanggung jawab orang tuanya, amanah yang diberikan pada sebuah keluarga, tak boleh lagi merepotkan orang tua/mertua untuk urusan tersebut. Meminta derma sesekali boleh tapi jangan membebani. Mengapa kta diamanahi anak keturunan? Karena Allah menganggap kita bisa mengurusnya. Buktikan itu !
Jadi kaya gak dilarang, tapi kaya tak menjamin bahagia.
Pilih mana hidup kaya tapi tak berkah atau hidup sederhana tapi berkah bermanfaat, mati masuk surga???
9) Masuk nirwana simpel bagi wanita
Bisa masuk dari pintu mana saja..asal mentaati Allah dan menuruti suaminya. bagi isteri ridha suami itu penting. Karenanya dapatkan ridhanya termasuk dalam urusan bekerja.
Buat isteri :
Bekerja bukanlah dosa, bisa untuk pengembangan diri dan membantu perekonomian keluarga (terhitung sebagai sedekah), tapi niatnya harus bener, harus seizin suami, pekerjaan bermanfaat dan keluarga tetap terurus dengan baik tanpa merepotkan orang lain, termasuk orang renta dan mertua.
Buat suami:
Nafkah utama keluarga ada di bahu anda. Berusahalah sesuai kemampuan untuk memenuhinya. Jika mengizinkan isteri bekerja pastikan tak banyak hal yang harus dikorbankan.. Uang yang dihasilkan dari bekerja jangan dibandingkan dengan kebahagiaan rumah tangga. Bekerja baginya harus lebih banyak manfaat daripada mudharatnya..
Karena isteri ialah tanggung jawab anda dan nantinya akan ditanya oleh Allah di Hari Perhitungan kelak..
Wallahu alam..
Demikianlah Artikel Kala Isteri Minta Kerja
Sekianlah artikel Kala Isteri Minta Kerja kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Kala Isteri Minta Kerja dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2009/06/kala-isteri-minta-kerja.html