Gembirakan Anak Dengan Agamanya
Wednesday, May 6, 2009
Edit
Gembirakan Anak Dengan Agamanya - Hallo sahabat Islam Itu Indah, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Gembirakan Anak Dengan Agamanya, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Pesan, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul : Gembirakan Anak Dengan Agamanya
link : Gembirakan Anak Dengan Agamanya
“Dulu ia anak yang taat. Telah hafal juz 30 ketika berusia 5 tahun... Telah hafal Hadits Arba’in An-Nawawiyah ketika berusia 6 tahun... Dan telah disiplin shalat fardhu di usia 7 tahun," kata sobat saya sambil terisak-isak.
Saya pun tertegun... teringat saat-saat itu, ketika dada saya penuh rasa iri dengan anak sobat ini. Betapa tidak : anak bungsu saya seumuran dengan anak keduanya. Anak-anak saya sangat easy going dan suka jikalau saya kisahkan wacana bagaimana menyayangi Allah lewat cerita-cerita para nabi dan rasul, ketika anak sobat saya itu telah menghafal Kitabullah...
Andai kepercayaan dan aqidah telah kita asuhkan ketika buah hati belum berusia 7 tahun, tentulah bawah umur kita akan sangat familiar dengannya. Apalagi jikalau itu dilakukan oleh ayahnya, alasannya yaitu sang ayahlah Sang pendidik Aqidah itu.
Maka, ayahbunda, didik dan hidupkanlah fitrah keimanan ananda semenjak ia masih dalam kandungan. Karena satu-satunya yang sudah sanggup dididikkan pada ananda semenjak dari kandungan hanyalah iman.
Anda sekarang membaca artikel Gembirakan Anak Dengan Agamanya dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2009/05/gembirakan-anak-dengan-agamanya.html
Judul : Gembirakan Anak Dengan Agamanya
link : Gembirakan Anak Dengan Agamanya
Gembirakan Anak Dengan Agamanya
ARTIKEL KE 867
FITRAH KEIMANAN
Semangat beragama kita seringkali begitu terburu-buru, contohnya ingin anak cepat taat, cepat hapal Quran, cepat bersyariah padahal kepercayaan dan cinta pada agama belum tumbuh .. kemudian ?
Seorang sobat tiba pada saya. Dia tiba-tiba aja nangis sehabis kami berpelukan. Dia bercerita dengan penuh kesedihan jikalau anak ke duanya tak mengatakan komitmennya pada agama. Sekadar memintanya untuk membaca beberapa ayat Al-Qur’an sehabis Maghrib pun ia enggan. Selalu menolak dan lari menjauh.. Padahal sebelumnya ia tak begitu.
“Dulu ia anak yang taat. Telah hafal juz 30 ketika berusia 5 tahun... Telah hafal Hadits Arba’in An-Nawawiyah ketika berusia 6 tahun... Dan telah disiplin shalat fardhu di usia 7 tahun," kata sobat saya sambil terisak-isak.
Saya pun tertegun... teringat saat-saat itu, ketika dada saya penuh rasa iri dengan anak sobat ini. Betapa tidak : anak bungsu saya seumuran dengan anak keduanya. Anak-anak saya sangat easy going dan suka jikalau saya kisahkan wacana bagaimana menyayangi Allah lewat cerita-cerita para nabi dan rasul, ketika anak sobat saya itu telah menghafal Kitabullah...
Anak saya gres sekadar saya ajak menyayangi Rasulullah melalui buku dongeng kehidupan beliau, ketika anak sobat saya itu telah kuasai An-Nawawiyah... Anak saya gres saya ceritakan indahnya Islam, ketika anak sobat saya itu telah menegakkan syari’at Islam di usia yang sangat belia...
baca: tips membentuk anak saleh
Ya... saya dahulukan kepercayaan dan aqidah sebelum syari'ah, ibadah atau khuluqiyah. Saya tak ingin anak-anakku bersyari’ah tanpa niat... beribadah tanpa niat... atau berakhlak tanpa niat... Ya, alasannya yaitu tak sah amal mereka tanpa niat yang benar..
baca: tips membentuk anak saleh
Ya... saya dahulukan kepercayaan dan aqidah sebelum syari'ah, ibadah atau khuluqiyah. Saya tak ingin anak-anakku bersyari’ah tanpa niat... beribadah tanpa niat... atau berakhlak tanpa niat... Ya, alasannya yaitu tak sah amal mereka tanpa niat yang benar..
Sedangkan niat lahir dari kesadaran, dan kesadaran lahir dari keimanan. Sebagai Muslim saya sadar sekali jikalau amal harus lahir dari kesadaran, bukan adaptasi atau conditioning yang ujung-ujungya hanya sekedar menggugurkan kewajiban saja. Dalam psikologi saya tahu, conditioning itu sejatinya untuk hewan. Supaya lebih gampang ditaklukkan dan dipelihara..
Tapi, kenapa ketika ini pendidikan kepercayaan dan aqidah menjadi anak tiri ? Yang sering saya baca dibrosur-brosur pendidikan Islam ketika ini yaitu anjuran pendidikan tahfiizhul-Qur’an sebagai anak emasnya, kemudian ibadah dan akhlaq sebagai anak kandungnya.
Tapi, kenapa ketika ini pendidikan kepercayaan dan aqidah menjadi anak tiri ? Yang sering saya baca dibrosur-brosur pendidikan Islam ketika ini yaitu anjuran pendidikan tahfiizhul-Qur’an sebagai anak emasnya, kemudian ibadah dan akhlaq sebagai anak kandungnya.
Mungkin alasannya yaitu keberhasilan pendidikan tahfiizhul-Qur’an, ibadah dan akhlaq lebih gampang diukurnya : Bahwa anakku telah hafal 1 juz... bahwa anakku telah benar shalatnya... bahwa anakku telah cium tanganku ketika pulang... Sedangkan kepercayaan ???
Banyak yang bilang pendidikan kepercayaan dan aqidah itu bukan diabaikan, namun ditunda. Konon alasannya yaitu kepercayaan dan aqidah itu abstrak, sedang bawah umur masih berpikir kongkret... Konon alasannya yaitu kepercayaan dan aqidah itu kompleks, sedangkan pikiran para bocah itu masih simpel...
Ah, saya tak mengerti. Mungkin alasannya yaitu ilmu saya masih kurang...
Justru yang saya tahu bawah umur itu berpikirnya sangat abstrak, penuh fantasi dan imajinasi... Justru yang saya tahu aqidah Islamiyah simpel, tak menyerupai aqidah agama lain yang rumit dan njelimet....
baca: kids zaman now itu aset
Mungkin kita banyak lupa bahwa kepercayaan itu fitrah, bahwa Allah telah mensyahadatkan kita dan bawah umur kita ketika kita masih di alam ruh... Lalu ayahnya telah mensyahadatkannya pula ketika ia lahir ke dunia, lewat kumandang adzan di indera pendengaran kanannya...
Justru yang saya tahu bawah umur itu berpikirnya sangat abstrak, penuh fantasi dan imajinasi... Justru yang saya tahu aqidah Islamiyah simpel, tak menyerupai aqidah agama lain yang rumit dan njelimet....
baca: kids zaman now itu aset
Mungkin kita banyak lupa bahwa kepercayaan itu fitrah, bahwa Allah telah mensyahadatkan kita dan bawah umur kita ketika kita masih di alam ruh... Lalu ayahnya telah mensyahadatkannya pula ketika ia lahir ke dunia, lewat kumandang adzan di indera pendengaran kanannya...
Andai kepercayaan dan aqidah telah kita asuhkan ketika buah hati belum berusia 7 tahun, tentulah bawah umur kita akan sangat familiar dengannya. Apalagi jikalau itu dilakukan oleh ayahnya, alasannya yaitu sang ayahlah Sang pendidik Aqidah itu.
Maka, ayahbunda, didik dan hidupkanlah fitrah keimanan ananda semenjak ia masih dalam kandungan. Karena satu-satunya yang sudah sanggup dididikkan pada ananda semenjak dari kandungan hanyalah iman.
Hembuskanlah ke dalam dadanya wacana cinta : mahabbatullah, bukan wacana taat. Karena cinta itulah yang kelak akan melahirkan harap, takut dan taat. Karena cinta itulah yang akan melantunkan kalimat kepercayaan yang tepat : Aku ridha kepada Allah, Islam dan Rasulullah Muhammad SAW.
Dan hanya satu yang akan menumbuhkan fitrah kepercayaan penuh cinta itu, yaitu GEMBIRAKAN MEREKA DENGAN AGAMANYA. Sampaikanlah padanya bahwa Tuhannya yaitu Maha Pengasih dan Maha Penyayang... bukan Tuhan yang suka menghukum kala dia nakal, ini dua pembeda yang sangat jelas, konsep penyayang dan penghukum. Permudahlah, jangan dipersulit... Gembirakanlah, jangan bikin mereka lari...
Dan hanya satu yang akan menumbuhkan fitrah kepercayaan penuh cinta itu, yaitu GEMBIRAKAN MEREKA DENGAN AGAMANYA. Sampaikanlah padanya bahwa Tuhannya yaitu Maha Pengasih dan Maha Penyayang... bukan Tuhan yang suka menghukum kala dia nakal, ini dua pembeda yang sangat jelas, konsep penyayang dan penghukum. Permudahlah, jangan dipersulit... Gembirakanlah, jangan bikin mereka lari...
Penuhilah ananda dengan syukur, bukan kufur... Berbaik sangka dan optimislah, bukan jelek sangka dan pesimis akan rahmatNya... Katakanlah : inilah agama yang memerdekakan kalian dari thaghut dan hawa nafsu. tentu dengan bahasa sederhana yang sanggup dimengerti anak-anak..
So...teman saya masih terus terisak dan kami terus lanjut berdiskusi soal anak-anak..
Semoga goresan pena ini ada manfaatnya
baca juga : menjadi ortu dunia akhirat
Wallahu alam..
So...teman saya masih terus terisak dan kami terus lanjut berdiskusi soal anak-anak..
Semoga goresan pena ini ada manfaatnya
baca juga : menjadi ortu dunia akhirat
Wallahu alam..
Demikianlah Artikel Gembirakan Anak Dengan Agamanya
Sekianlah artikel Gembirakan Anak Dengan Agamanya kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Gembirakan Anak Dengan Agamanya dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2009/05/gembirakan-anak-dengan-agamanya.html