Ikhtiar Dua Kali Lebih Keras Tapi Rezeki Tetap Saja Kurang? Why??

Ikhtiar Dua Kali Lebih Keras Tapi Rezeki Tetap Saja Kurang? Why?? - Hallo sahabat Islam Itu Indah, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Ikhtiar Dua Kali Lebih Keras Tapi Rezeki Tetap Saja Kurang? Why??, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel penghalang, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Ikhtiar Dua Kali Lebih Keras Tapi Rezeki Tetap Saja Kurang? Why??
link : Ikhtiar Dua Kali Lebih Keras Tapi Rezeki Tetap Saja Kurang? Why??

Baca juga


Ikhtiar Dua Kali Lebih Keras Tapi Rezeki Tetap Saja Kurang? Why??

SALAHNYA DI MANA?

Jaman Doeloe .........
Bapak ibu kita berangkat bekerja sesudah matahari terbit dan sudah kembali ke rumah sebelum matahari terbenam....
Kita jadi selalu ketemu sama mereka alasannya ialah mereka selalu punya waktu..
Walaupun mempunyai banyak anak, yang namanya makan bersama itu niscaya nikmat, meskipun berlauk sederhana dan harus mengembangkan dengan saudara yang lain.

Rumah dan halaman luas. Kaprikornus bisa bebas berlarian, main bola, main kasti, bahkan main petak umpet di lingkungan rumah. Pulang sekolah niscaya belum dewasa tetangga berdatangan untuk bermain bersama di halaman.


Bahkan tidak sedikit keluarga ada yang mempunyai kebun dengan pohon rambutan yang buahnya lebat merah bergelantungan, ada yang punya pohon jambu, ada yang punya pohon mangga yang seringkali dipanjat dan dimakan meskipun kecut alasannya ialah masih muda..


Dan semua anak-anaknya bersekolah. 

Sekolah ialah hal yang menyenangkan. Saya ingat waktu kecil dulu bangkit tidur itu sesuatu yang menyenangkan di pagi hari alasannya ialah sebentar lagi bakal bersiap menuju sekolah. Berjalan kaki bersama teman-teman dan ngobrol ngalur ngidul sepanjang perjalanan..



Jaman Now....
Coba perhatikan kita yang sudah jadi bapak-ibu, banyak yang berangkat kerja subuh dan hingga rumah sesudah isya. Alasannya biasanya sih mengantisipasi kemacetan. Sampe rumah udah capek, pengen cari bantal. Gak ada waktu buat ngobrol dengan anak-anak, bantuin mereka kerja PR. Bahkan kalo pun sempat ngobrol kitanya yang gak maksimal alasannya ialah udah capek banget, tenaga sudah terkuras seharian di daerah kerja..

Meski kita kerjanya dua kali lipat dari orangtua kita dulu dan punya honor yang jauh lebih besar..(logikanya ya...rezekinya lebih besar lah kuantitasnya)
Tapi.....
Rumah dan tanah yang dimiliki tidak seberapa luas dan tidak seluas rumah orang bau tanah kita dulu.
Itupun masih ngontrak atau bayarnya masih nyicil.
Banyak keluarga muda yang takut mempunyai anak banyak alasannya ialah takut gak bisa ngasi makan..secara apa-apa kini ini mahalnya naudzubillah.                       
Kalo dipikir-pikir....
Mungkin ada yang salah dengan cara hidup kita yang konon disebut orang MODERN.
Orangtua kita dulu hidup nyaman tanpa banyak ALAT BANTU. TENANG dan tenang menjalani hidupnya.
Sementara kita yang dilengkapi dengan begitu banyak alat bantu yang tugasnya mempermudah pekerjaan ibarat mesin cuci, kompor gas, HP, kendaraan, TV warna layar datar, email, FB, Twitter, i-pad, ruangan ber AC, mencicipi hidup yang penuh tekanan .........

Semua alat bantu itu logikanya mempermudah hidup ini. Membuat kita bisa punya banyak waktu luang, toh sebagain pekerjaan telah dibantu mesin...
TAPI TERNYATA TIDAK.
Kita selalu kehabisan waktu....
Sampai-sampai, tdk sempat kita MENIKMATI HIDUP,
karena semuanya dilakukan TERBURU-BURU.
Berangkat kerja, TERBURU-BURU...
Pulang kerja, juga TERBURU-BURU...
Makan siang, TERBURU-BURU...
Di lampu merah, TERBURU-BURU...
Berdoapun, TERBURU-BURU...
Bahkan sholatpun, TERBURU-BURU...
Hanya MATI........
Yang tidak seorangpun mau TERBURU-BURU..

Padahal waktu jaman old dengan jaman now itu sama rentangnyanya : 24 jam sehari semalam. Kok orang bau tanah kita dulu bisa punya banyak waktu sementara kita selalu tak cukup waktu?

Belum lagi pengaturan keuangan. Kita selalu saja kurang, meski semua sudah dihitung dan dikalkulasi dengan benar, dengan tunjangan kalkulator dan prosesor komputer tetap saja KURANG... Apa rezeki kita lebih sedikit dibanding ortu kita dulu? Padahal kita berikhtiar jauh lebih keras?
Tahukah anda bahwa rezeki itu bukan wacana banting tulang. Bukan wacana seberapa banyaknya jam kerja kita, bukan wacana seberapa kerasnya kita bekerja, bukan wacana seberapa banyak pekerjaan yang kita ambil, kerja utama, kerja sampingan, nambah-nambah penghasilan... Rezeki bukan itu !
Tapi bagaimana memakai "waktu yang terbatas" itu dengan baik, memanfaatkannya biar setiap hari kita bisa makin akrab pada Allah, makin bermanfaat bagi alam (manusia dan mahluk lainnya) dan makin baik dibanding hari kemarin lewat kerja itu...
Kalo anda dokter gunakan jam kerja anda untuk betul-betul membantu pasien, berikan diagnosa yang benar, beri obat secukupnya, sesuai kebutuhan, gak usah ngeresepin banyak-banyak alasannya ialah sudah ada perjanjian dengan perusahaan farmasi. Kalo anda guru gunakan jam kerja anda untuk betul-betul membantu anak didik menjadi versi terbaik dari dirinya. Jangan asal menghukum, jangan asal ngajar, prinsip bodo amat mereka mo ngerti ato gak... Profesi yang lain juga sama, bahkan yang "hanya" tukang gerobak keliling pun bisa profesional memperlihatkan pelayanan prima pada pelanggannya, jualan makanan yang halal tak ditambahi pewarna, pengawet ato zat berbahaya lainnya, bukan ayam tiren ato bakso celeng.....
Hindari praktek-praktek yang merugikan dan mencelakakan diri dan orang lain termasuk korupsi, kolusi, nepotisme, gratifikasi, penggelembungan dana...

Rezeki itu sudah dijamin Allah dan akan tiba sesuai dengan waktu dan cara yang ditetapkanNYA. Rezeki niscaya nyampe gak akan mampir di daerah lain ato malah nyasar di daerah yang keliru. Karena yang ngirim itu Allah dan gak ada ceritanya kalo Allah bakal salah alamat. Maha Suci Allah dari ketidaksempurnaan. Berikhtiar untuk mendapatkannya itu wajib tapi caranya, prosesnya memilih kepantasan kita mendapat rezeki itu. Ikhtiar nyari rezeki tapi ikhtiarnya nyuri uang kas mesjid...ya salah !! Ikhtiar nyari rezeki tapi pas waktu shalat akal-akalan lupa dan gak ingat sama yang PUNYA REZEKI dan yang NGASI REZEKI. Ikhtiar diiringi ibadah tapi pas celengan mesjid lewat akal-akalan gak liat.. 

Karena ketakutan akan berkurangnya harta untuk keluarga sampai-sampai kita HITUNGAN dalam MEMBERI...hitungan dalam sedekah, hitungan dalam membantu..
Sementara  Allah gak pernah hitungan dalam memberi rezeki pada kita. "Karena si Fulan bulan ini banyak bohong jadi rezekinya diskon 50%!" Allah gak gitu, Dia memberi rezeki gak pake dipotong, gak pake diskon, gak juga sedikit tapi PAS, sesuai kebutuhan hambaNya.
Bahkan alasannya ialah lebih takut kehilangan pekerjaan, kehilangan klien, dimarahin bos kalo tinggalin rapat di jam-jam ibadah yang kesannya bisa kehilangan duit (gaji) kita berani melewatkan ibadah.. trus mau rezekinya banyak??

Menjawab pertanyaan dari judul goresan pena di atas. Mengapa kerja dua kali lebih keras tapi rezeki tetap saja kurang? Bisa jadi alasannya ialah kita hanya fokus pada KERASnya kita bekerja tanpa memperhatikan CARAnya, PROSESnya dan MANFAATnya bagi diri dan orang lain..Plus suka lupa BERSYUKUR atas apa yang kita terima..

Selamat mencari rezeki yang halal dan berkah dengan cara, proses yang benar serta bermanfaat. Serta jangan lupa bersyukur..

Wallahu alam..

Wallahu alam..


Demikianlah Artikel Ikhtiar Dua Kali Lebih Keras Tapi Rezeki Tetap Saja Kurang? Why??

Sekianlah artikel Ikhtiar Dua Kali Lebih Keras Tapi Rezeki Tetap Saja Kurang? Why?? kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Ikhtiar Dua Kali Lebih Keras Tapi Rezeki Tetap Saja Kurang? Why?? dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2006/05/ikhtiar-dua-kali-lebih-keras-tapi.html

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel