Percaya Saja Sama Allah, Alasannya Yaitu Ia Yang Ngasi Rezeki
Thursday, October 8, 2020
Edit
Percaya Saja Sama Allah, Alasannya Yaitu Ia Yang Ngasi Rezeki - Hallo sahabat Islam Itu Indah, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Percaya Saja Sama Allah, Alasannya Yaitu Ia Yang Ngasi Rezeki, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Amalan,
Artikel kisah, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul : Percaya Saja Sama Allah, Alasannya Yaitu Ia Yang Ngasi Rezeki
link : Percaya Saja Sama Allah, Alasannya Yaitu Ia Yang Ngasi Rezeki
Anda sekarang membaca artikel Percaya Saja Sama Allah, Alasannya Yaitu Ia Yang Ngasi Rezeki dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2020/10/percaya-saja-sama-allah-alasannya-yaitu.html
Judul : Percaya Saja Sama Allah, Alasannya Yaitu Ia Yang Ngasi Rezeki
Percaya Saja Sama Allah, Alasannya Yaitu Ia Yang Ngasi Rezeki
ARTIKEL KE 824
Merasa tertampar
Sebagai anak sulung dari 6 bersaudara yang semuanya perempuan, beberapa tahun silam ibu saya menasehatkan hal ini :
"Jangan mau "hanya" jadi ibu rumah tangga saja menyerupai Ummi. Kalau suami meninggal atau kau bercerai, gimana? Siapa yang kasih makan kau dan anak-anak? Istri itu harus sanggup bangkit diatas kaki sendiri secara finansial biar sanggup punya uang untuk jaga-jaga bila ada apa-apa dengan suami. Itu sebabnya kau kami sekolahkan tinggi-tinggi, gak problem bapakmu harus merelakan simpanan depositonya habis demi masa depanmu."
Dan itulah yang saya lakukan. Selepas menyandang gelar sarjana dari Universitas Hasanuddin Makassar, berburu pekerjaan lah saya dan takdir Allah menyebabkan saya abdi negara semenjak tahun 2000 silam..
Saya pikir semua itu baik-baik saja dan sudah sewajarnya hingga saya membaca kisah ini...
Dikisahkan seorang perempuan merasa terhenyak dengan kisah perempuan lainnya yang di luar kebiasaan yang diyakini.. Kisahnya dimulai dengan ini..
Saya lagi menunggu seorang tamu yang akan tiba untuk mengisi pengajian di rumahku. Dia seorang perempuan sederhana berusia hampir 50-an nampak bersahaja dan tiba jauh-jauh, ya....cukup jauhlah dari komplek perumahan daerah tinggalku, untuk memberi pengajian secara gratis. Ingat, gratis lho.... Nggak ada bayaran sepeser pun kecuali sajian makan siang ala kadarnya yang kuberikan. Dia tiba untuk menggantikan guru ngajiku yang berhalangan datang.
Sambil menunggu teman-teman lain, kami ngobrol-ngobrol.
"Coba tebak, anak saya berapa, Bu?" tanyanya, dikala kami sedang ngobrol soal anak-anak.
Saya sedikit mengeluhkan kondisi rumah yang awut-awutan lantaran anak-anak nggak sanggup diam, kemudian dia memaklumkan.
Namanya juga anak-anak. Dia sudah berpengalaman lantaran anaknya lebih banyak dari saya.
"Ehm... empat?" (pikir saya, paling-paling cuma selisih satu).
"Masih jauh...."
"Tujuh...."
"Tujuh...."
"Kurang... yang benar, delapan."
Mata saya membelalak. Masya Allah! DELAPAN?!
"Itu masih kurang, Bu. Ustadzah Fulanah saja anaknya 13. Jadi, saya ini belum ada apa-apanya," katanya, merendah.
Weleh penganut paham banyak anak banyak rezeki nih...
Kalo saya mah gak sanggup anak dua aja bikin rempong!
Setelah itu, mengalirlah cerita-ceritanya mengenai anak-anaknya hingga teman-teman saya tiba dan program mengaji pun dimulai.
Di sela pengajian, perempuan itu bercerita mengenai keluarganya. Dari situ saya gres tahu bila suaminya sudah meninggal dunia! Meninggal lantaran kecelakaan motor, meninggalkan istri dan delapan anak, yang terkecil berusia 2,5 tahun dan sang istri, ya... perempuan itu... seorang IBU RUMAH TANGGA.
Ibu rumah tangga di sini maksudnya nggak kerja kantoran, tapi juga bukan pengangguran. Beliau aktif mengisi pengajian itupun gratis...
Lalu, bagaimana kehidupannya sesudah suaminya meninggal? Beliau nggak punya gaji, nggak kerja kantoran. Coba, gimana? Apa ia kemudian sengsara dan anak-anaknya putus sekolah? No. no, no....
Kalau saya mengingat kalimat pembuka di atas kok kayaknya tidak mungkin ya seorang ibu yang nggak bekerja dan suaminya meninggal dunia, sanggup bertahan hidup dengan delapan anak dan anak-anaknya sanggup tetap kuliah. Mustahil itu... NGGAK MUNGKIN!
"Bagi Allah, nggak ada yang nggak mungkin, Bu. Asal kita percaya sama Allah. Allah yang kasih rezeki, kan? Percaya saja sama Allah. Saya cuma yakin bahwa semua yang saya dapatkan selama ini ialah karena kebaikan-kebaikan saya dan suami semasa hidup.
Saya cuma menyebarkan pengalaman ya, Bu, bukan mau riya. Memang, suami saya dulu itu orangnya pemurah. Kalau ada yang minta bantuan, dia akan kasih walaupun dia uangnya pas-pasan. Alhamdulillah, Allah kasih ganti. Sewaktu suami masih hidup, kami hidup sederhana. Rezeki suami itu dibagi ke orang-orang juga, padahal anak kami ada delapan. Suami nggak takut kekurangan....."
![]() |
berbuat kebaikan bahkan pada orang asing |
Kami menahan napas.....
"Hingga suami saya meninggal dunia... uang sedih yang kami dapatkan itu... Masya Allah... jumlahnya 100 juta. Padahal, suami saya itu biasa-biasa saja, bukan orang penting. Uang itu pribadi dibentuk biaya pemakaman, tabungan pendidikan anak, dan sisanya renovasi rumah yang mau ambruk."
Dengar uang 100 juta dari uang sedih saja, saya sudah kagum.
"Saat renovasi rumah, saya serahkan saja ke tukangnya. Dia bilang, uangnya kurang. Saya lillahi ta'ala saja. Yang penting atap rumah nggak ambruk, lantaran memang kondisinya sudah memprihatinkan. Khawatirnya belum dewasa ketimpa atap....."
baca juga : kisah nirwana dunia yang patut diteladani
Saya membayangkan, keajaiban apa lagi yang didapatkan oleh perempuan itu?
"Nggak disangka. Begitu orang-orang tau bila saya sedang renovasi rumah, mereka menyumbang. Bukan ratusan ribu, tapi puluhan juta! Sampai terkumpul 100 juta lagi dan rumah saya menyerupai sanggup dilihat sekarang.... Sampai hari ini, saya masih sanggup transferan uang dari mana-mana, Bu-Ibu. Saya nggak tau dari siapa aja lantaran mereka nggak bilang. Saya juga udah nggak pernah beli beras lagi semenjak suami meninggal. Selalu ada yang kasih beras."
Duh, nggak sanggup nahan airmata deh jadinya....
Apa rahasianya?
"Berbuat baik kepada siapa saja, sekecil apa pun. Insya Allah ada balasannya. Rezeki itu milik Allah. Kalau Allah berkehendak, Dia akan kasih dari mana pun asalnya...." tutupnya.
Rezeki itu milik Allah, siapa pun dihentikan takabur. Bekerja bukanlah sarana menyombongkan diri bahwa hidup kita bakal terjamin lantaran bekerja. Yang menjamin hidup kita ialah Allah. Bekerja diniatkan untuk ibadah. Pembuka rezeki sanggup tiba dari mana saja, salah satunya dari berbuat kebaikan sekecil apa pun.
Ucapan, "Kalau suami meninggal atau bercerai, siapa yang kasih makan saya dan anak-anak?" itu sama saja dengan SYIRIK, atau MENDUAKAN ALLAH.
Menganggap diri kita super, dengan kita bekerja, maka rezeki terjamin. Padahal, ALLAH YANG KASIH REZEKI. Jika dulu Allah kasih rezeki melalui suami, besok Allah kasih lewat jalan lain. Dari Allah kembali ke Allah."
Semoga bermanfaat...
baca juga : nambah rezeki dengan Quran
Wallahu alam..
Demikianlah Artikel Percaya Saja Sama Allah, Alasannya Yaitu Ia Yang Ngasi Rezeki
Sekianlah artikel Percaya Saja Sama Allah, Alasannya Yaitu Ia Yang Ngasi Rezeki kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Percaya Saja Sama Allah, Alasannya Yaitu Ia Yang Ngasi Rezeki dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2020/10/percaya-saja-sama-allah-alasannya-yaitu.html