Tak Ada Kata Pensiun Menjadi Orang Tua

Tak Ada Kata Pensiun Menjadi Orang Tua - Hallo sahabat Islam Itu Indah, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Tak Ada Kata Pensiun Menjadi Orang Tua, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Pesan, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Tak Ada Kata Pensiun Menjadi Orang Tua
link : Tak Ada Kata Pensiun Menjadi Orang Tua

Baca juga


Related

Tak Ada Kata Pensiun Menjadi Orang Tua

Kisah Seorang Anak. 

Anak yakni rezeki, dongeng ini mudah-mudahan dapat memberi pelajaran bagi orang tua.
Seorang anak, menelepon ayahnya yang telah berpisah dan tinggal di rumah yang berbeda dengan dirinya dan ibunya.
Pagi itu, ibunya sakit dan tidak dapat mengantar anaknya ke sekolah menyerupai biasanya.
Jarak sekolahnya  lumayan jauh, sekitar 1 km dari rumahnya dan si anak bertubuh lemah dan ringkih.
Pagi itu jam 6:00 menyerupai biasa si anak bersiap siap kemudian menelepon ayahnya:
Anak: Ayah, dapat antarkan saya sekolah?
Ayah: Ibumu kemana?
Anak: Ibu sakit ayah, tidak dapat mengantarkan saya ke sekolah, kali ini ayah dapat antarkan saya ke sekolah kan?


Ayah: Ayah tidak bisa, ayah nanti terlambat ke kantor. Kamu naik Angkot saja atau ojek
Anak: Ayah, uang ibu hanya tinggal 10 ribu saja itupun mau dipake beli obat alasannya yakni ibu sakit, kami pun belum makan dari pagi, tak ada apa apa dirumah, bila saya pakai untuk ongkos, bagaimana adik dan ibu nanti ayah?
Ayah: Ya sudah, kau jalan kaki saja ke sekolah, ayah juga dulu ke sekolah jalan kaki. Kamu anak laki laki harus kuat.
Anak: Ya sudah, terima kasih ayah.
Si anak mengakhiri teleponnya dengan ayahnya.
Dihapusnya air mata di sudut matanya, kemudian berbalik masuk kamar, ketika ibunya menatap wajahnya, beliau tersenyum.
Ibu: Apa kata ayahmu nak?
Anak: Kata ayah, ayah kali ini yang antar saya ke sekolah.
Ibu: Baguslah nak, sekolahmu jauh, kau akan kelelahan bila harus berjalan kaki. Doakan ibu lekas sembuh ya, supaya besok ibu dapat antar kau ke sekolah.
Anak: Ibu damai saja, ayah yang akan antar, ayah bilang saya tunggu didepan gang supaya cepat ibu.
Ibu: Berangkatlah nak, berguru yang rajin dan semangat.
Anak: Baik ibu

Tahun berganti tahun, kenangan itu tertanam dalam di ingatan si anak.
Dia sekolah hingga pasca sarjana dengan support dari beasiswa.
Setelah lulus beliau bekerja di perusahaan abnormal dengan honor yang besar.
Dengan penghasilannya, beliau membiayai hidup ibunya, membantu menyekolahkan adik adiknya hingga sarjana.
Satu hari, ketika di kantor ayahnya bertelepon.
Anak: Ada apa ayah?
Ayah: Nak, ayah sakit, tidak ada yang membantu mengantarkan ayah kerumah sakit
Anak: Memang istri ayah kemana?
Ayah: Sudah pergi nak semenjak ayah sakit sakitan.
Anak: Ayah, saya sedang kerja, ayah kerumah sakit pakai taxi saja.
Ayah: Kenapa kau begitu? Siapa yang akan urus registrasi di RS dan lain-lain administrasinya? Apakah supir taxi? Kamu anak ayah, masa orangtua sakit kau tidak mau bantu mengurus?
Anak: Ayah, bukankah ayah yang mengajarkan aku, mengurus diri sendiri? Bukankah ayah yang mengajarkan saya bahwa pekerjaan lebih penting daripada istri sakit dan anak ? Ayah, saya masih ingat, satu pagi saya menelpon ayah minta antarkan ke sekolahku, waktu itu ibu sakit, ibu yang selalu antarkan kami anak-anaknya..yang mengurus kami seorang diri, namun ayah katakan saya pergi jalan kaki, tubuhku lemah, sekolahku jauh, namun ayah katakan anak laki laki harus kuat, dan ayah katakan ayahpun dulu berjalan kaki ke sekolah, maka saya berguru bahwa alasannya yakni ayah lakukan demikian maka akupun harus lakukan hal yang sama..saat saya sakitpun hanya ibu yang ada mengurusku, ketika saya membutuhkan ayah, saya ingat kata kata ayah, anak laki laki harus kuat.
Ayah tau? Hari itu pertama kali saya berbohong pada ibu, saya katakan ayah yang akan antarkan saya ke sekolah, dan meminta saya menunggu di depan gang.
Tapi ayah tau? Aku jalan kaki menyerupai yang ayah suruh, di tengah jalan ibu menyusul dengan sepeda, ibu dapat tau bila saya berbohong, dengan badan sakitnya ibu mengayuh sepeda mengantarkan saya ke sekolah.
Ayah mengajarkan saya pekerjaan yakni yang utama, ayah mengajarkan saya bila ayah saja dapat maka walau tubuhku lemah saya harus bisa.
Kalau ayah dapat ajarkan itu, maka ayah pun harus bisa
.

Si ayah terdiam..sepi di seberang telepon.
Baru disadarinya betapa dalam luka yang di torehkannya di hati anaknya.
Anak yakni didikan orangtua. Anak tak berutang pada kita, orang tuanya.
Bagaimana kita bersikap, memperlakukan mereka, sama saja kita sedang mengajarkan mereka bagaimana memperlakukan kita kelak ketika kita renta dan renta.
Si anak berdosa?
Mungkin....
Si anak durhaka?
Barangkali....
Yang terang ayahnya yang menciptakan anaknya demikian. (baca : ciri ortu yang rezekinya susah)
Dan kelak orangtua menciptakan pertanggung jawabannya masing-masing kepada sang KhaliK, Si Empunya Anugerah yang di titipkan kepada kita.


Ingatlah...
Menjadi orangtua bukan alasannya yakni menanamkan benih atau alasannya yakni melahirkan.
Menjadi orangtua, alasannya yakni mengasuh, mendidik, menyayangi, memberi waktu, perhatian, mengayomi, mencurahkan perhatian dan kasih sayang.
Menjadi orangtua, tidak ada kata pensiun..
Finishnya hanya di kematian.

Wallahu alam..


Demikianlah Artikel Tak Ada Kata Pensiun Menjadi Orang Tua

Sekianlah artikel Tak Ada Kata Pensiun Menjadi Orang Tua kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Tak Ada Kata Pensiun Menjadi Orang Tua dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2020/03/tak-ada-kata-pensiun-menjadi-orang-tua.html

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel