Berdebat dalam Kebenaran, Bagaimana Islam Memandang?
Tuesday, April 17, 2007
Edit
Berdebat dalam Kebenaran, Bagaimana Islam Memandang? - Hallo sahabat Islam Itu Indah, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Berdebat dalam Kebenaran, Bagaimana Islam Memandang?, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Hadits, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul : Berdebat dalam Kebenaran, Bagaimana Islam Memandang?
link : Berdebat dalam Kebenaran, Bagaimana Islam Memandang?
Anda sekarang membaca artikel Berdebat dalam Kebenaran, Bagaimana Islam Memandang? dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2007/04/berdebat-dalam-kebenaran-bagaimana.html
Judul : Berdebat dalam Kebenaran, Bagaimana Islam Memandang?
link : Berdebat dalam Kebenaran, Bagaimana Islam Memandang?
Berdebat dalam Kebenaran, Bagaimana Islam Memandang?
Berdebat sering kali menimbulkan percekcokan dan pertengkaran dan berakhir dengan permusuhan. Sedangkan berdiskusi akan menemukan jalan keluar. Perbedaan berdebat dengan berdiskusi adalah pada tujuannya. Berdiskusi saling mengutarakan pikiran untuk mencari titik temu sedangkan berdebat saling beradu pikiran untuk mempertahankan apa yang diyakininya. Padahal sebuah keyakinan itu akan sangat sulit sekali untuk berubah, sehingga dari perdebatan akan muncul emosi dalam diri. Ketika muncul emosi pikiran tak lagi jernih. Pada akhirnya berakhir dengan pertengkaran. Inilah kenapa sebenarnya berdebat itu tidak baik untuk dilakukan meski dalam kebenaran.
Diskusi pun bisa beralih ke arah perdebatan ketika emosi telah mulai nampak, maka ketika ini terjadi sebaiknya hentikan dulu diskusi sampai semua kembali normal. Tanda-tanda sebuah diskusi telah berubah menjadi debat kusir:
1. Mulai melibatkan perasaan dan emosi yang berlebihan
2. Menolak logika
3. Nada suara muali meninggi
4. Kalau dalam bentuk tulisan, tulisan mulai menggunakan istilah yang emosional
5. Mulai muncul kata-kata ejekan atau sebutan yang merendahkan
6. Mengulang-ulang argumentasi
7. mengingkari aksioma (Pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa harus melalu pembuktian)
Dengan ajakan yang halus untuk meninggalkan perdebatan Rasulullah saw bersabda
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِى وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِى أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
“Aku menjamin sebuah rumah di pinggir jannah (surga) bagi siapa saja yang meninggalkan perdebatan berkepanjangan meskipun ia dalam kebenaran (al haq), juga sebuah rumah di tengah jannah bagi siapa saja yang meninggalkan berbohong walaupun ia sedang bercanda, serta sebuah rumah di puncak jannah bagi siapa saja yang berakhlak mulia”
(HR. Abu Dawud, Dinyatakan Hasan shahih oleh Syaikh Al Albani)
Apakah Anda tidak ingin mendapatkan rumah di surga? Tentu ingin dong.
Sahabat Rasulullah saw, Umat Bin Khataab, pun tidak menyukai perdebatan. Beliau berkata:
لا يجد عبد حقيقة الإيمان حتى يدع المراء وهو محق ويدع الكذب في المزاح وهو يرى أنه لو شاء لغلب
“Seseorang tidak akan merasakan hakikat iman sampai ia mampu meninggalkan perdebatan yang berkepanjangan meskipun ia dalam kebenaran, dan meninggalkan berbohong meskipun hanya bercanda padahal ia tahu seandainya ia mau ia pasti menang dalam percebatan itu”
(Kanzul Ummal juz 3 hal 1165)
Imam Ishaq bin Isa berkata :
المِراء والجِدال في العلم يَذهبُ بنور العلم من قلب الرجل
“Imam Malik bin Anas mengatakan : “Debat kusir dan pertengkaran dalam masalah ilmu akan menghapuskan cahaya ilmu dari hati seseorang”
Imam Ibnu Wahab berkata : “Aku mendengar Imam Malik bin Anas mengatakan :
المراء في العلم يُقسِّي القلوب ، ويورِّث الضغن
“Perdebatan dalam ilmu akan mengeraskan hati dan menyebabkan kedengkian”
(Jaami’ al Uluum wak Hikam 11/16)
لاَ تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوا بِهِ الْعُلَمَاءَ وَلاَ لِتُمَارُوا بِهِ السُّفَهَاءَ وَلاَ تَخَيَّرُوا بِهِ الْمَجَالِسَ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَالنَّارُ النَّارُ
“Janganlah kalian mencari ilmu untuk menandingi para ulama atau untuk mendebat orang-orang bodoh atau agar bisa menguasai pertemuan dan majlis-majlis. Barangsiapa yang berbuat seperti itu, maka neraka baginya, neraka baginya”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Ibnu Majah dan Al Hakim, beliau menyatakan bahwa hadits ini Shahih dengan para periwayat yang terpercaya sesuai dengan syarat-syarat Imam Muslim) (sumber tulisan: msulhan.wordpress.com)
Demikianlah Artikel Berdebat dalam Kebenaran, Bagaimana Islam Memandang?
Sekianlah artikel Berdebat dalam Kebenaran, Bagaimana Islam Memandang? kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Berdebat dalam Kebenaran, Bagaimana Islam Memandang? dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2007/04/berdebat-dalam-kebenaran-bagaimana.html