Allah Tak Pernah Menyia-Nyiakan Hambanya
Friday, February 24, 2006
Edit
Allah Tak Pernah Menyia-Nyiakan Hambanya - Hallo sahabat Islam Itu Indah, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Allah Tak Pernah Menyia-Nyiakan Hambanya, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel kisah, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul : Allah Tak Pernah Menyia-Nyiakan Hambanya
link : Allah Tak Pernah Menyia-Nyiakan Hambanya
Pria itu menangis!
Dan kami terus membacakannya…
Di ujung surah itu, laki-laki itu berkata:
“Sudah sepatutnya Sang Pemilik Kalam ini tak didurhakai!”
Ia pun masuk Islam.
Pada siapa?!
Aku pun terbangun. Dan kulihat laki-laki itu telah melepaskan ruhnya.
Ia telah pergi dari dunia ini.
Aku pun memandikan dan mengafaninya, kemudian menguburkannya.
Anda sekarang membaca artikel Allah Tak Pernah Menyia-Nyiakan Hambanya dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2006/02/allah-tak-pernah-menyia-nyiakan-hambanya.html
Judul : Allah Tak Pernah Menyia-Nyiakan Hambanya
Allah Tak Pernah Menyia-Nyiakan Hambanya
ARTIKEL KE 790
SI CANTIK ITU MERINDUKANNYA…
Menangislah sejadi-jadinya,
Bila al-Qur’an tak meninggalkan jejak di hatimu.
Bila ayat-ayatnya tinggal kenangan,
tak meneguhkan yakinmu pada Sang Maha Pencipta,
dan engkau tak semakin takut pada-Nya.
Bila al-Qur’an tak meninggalkan jejak di hatimu.
Bila ayat-ayatnya tinggal kenangan,
tak meneguhkan yakinmu pada Sang Maha Pencipta,
dan engkau tak semakin takut pada-Nya.
***
Ibnu al-Jauzy –rahimahullah- pernah berkisah:
Suatu waktu, ‘Abdul Wahid bin Zaid berlayar di maritim luas.
Angin berhembus sangat hebat,
sampai menghempas mereka terdampat di sebuah pulau.
Suatu waktu, ‘Abdul Wahid bin Zaid berlayar di maritim luas.
Angin berhembus sangat hebat,
sampai menghempas mereka terdampat di sebuah pulau.
Di sana, ia bertutur:
Di pulau sepi itu, kami bertemu dengan seorang penyembah berhala.
“Apa yang kamu sembah?” tanyaku.
Pria itu menunjuk berhalanya.
Di pulau sepi itu, kami bertemu dengan seorang penyembah berhala.
“Apa yang kamu sembah?” tanyaku.
Pria itu menunjuk berhalanya.
Singkat kisah, kami mendakwahi laki-laki paganis itu.
Hingga laki-laki itu mengatakan:
“Perlihatkan padaku Kitab Tuhan kalian!”
Kami memberinya sebuah mushaf, namun ia tak dapat membacanya.
Kami pun membacakannya untuknya.
Hingga laki-laki itu mengatakan:
“Perlihatkan padaku Kitab Tuhan kalian!”
Kami memberinya sebuah mushaf, namun ia tak dapat membacanya.
Kami pun membacakannya untuknya.
Pria itu menangis!
Dan kami terus membacakannya…
Di ujung surah itu, laki-laki itu berkata:
“Sudah sepatutnya Sang Pemilik Kalam ini tak didurhakai!”
Ia pun masuk Islam.
Ketika malam menyelimuti bumi,
Seusai shalat Isya, kami pun tidur.
Tapi laki-laki itu mengejutkan kami.
“Wahai Tuan-tuan! Tuhan yang kalian tunjukkan padaku itu,
apakah Ia tertidur di malam hari?”
“Tentu saja tidak, Ia Maha berdiri sendiri dan tak pernah tidur…” jawabku.
“Jika begitu, kalian benar-benar hamba yang buruk!
Jika Tuan kalian tidak tidur, bagaimana kalian dapat tidur?” ujarnya.
Seusai shalat Isya, kami pun tidur.
Tapi laki-laki itu mengejutkan kami.
“Wahai Tuan-tuan! Tuhan yang kalian tunjukkan padaku itu,
apakah Ia tertidur di malam hari?”
“Tentu saja tidak, Ia Maha berdiri sendiri dan tak pernah tidur…” jawabku.
“Jika begitu, kalian benar-benar hamba yang buruk!
Jika Tuan kalian tidak tidur, bagaimana kalian dapat tidur?” ujarnya.
baca : Ah itu cuma sunnah !
Kami sungguh takjub pada ucapannya.
Saat alhasil kami datang di Abbadan,
saya dan kawan-kawanku pun mengumpulkan beberapa dirham untuk laki-laki itu.
Namun ketika kami memberinya, ia berkata:
“Apa ini?”
“Untuk engkau gunakan sebagai nafkah hidupmu,” jawabku.
“La ilaha illahllah!” pekiknya.
“Kalian tunjukkan saya sebuah jalan yang kalian sendiri tak menempuhinya!
Dahulu saya di pulau itu hidup menyembah berhala,
dan Allah tak pernah menyia-nyiakanku meski saya tak mengenalNya.
Bagaimana mungkin kini Ia akan menyia-nyiakanku,
sesudah saya mengenalNya?!”
saya dan kawan-kawanku pun mengumpulkan beberapa dirham untuk laki-laki itu.
Namun ketika kami memberinya, ia berkata:
“Apa ini?”
“Untuk engkau gunakan sebagai nafkah hidupmu,” jawabku.
“La ilaha illahllah!” pekiknya.
“Kalian tunjukkan saya sebuah jalan yang kalian sendiri tak menempuhinya!
Dahulu saya di pulau itu hidup menyembah berhala,
dan Allah tak pernah menyia-nyiakanku meski saya tak mengenalNya.
Bagaimana mungkin kini Ia akan menyia-nyiakanku,
sesudah saya mengenalNya?!”
Tiga hari kemudian, laki-laki itu di penghujung hayatnya.
Kami menemuinya. “Adakah hajat yang engkau ingin kami selesaikan?” tanyaku.
Pria itu tersenyum.
“Seluruh hajat-keperluanku telah dipenuhi
oleh DIA yang membawa kalian ke pulauku dahulu!” jawabnya.
Kami menemuinya. “Adakah hajat yang engkau ingin kami selesaikan?” tanyaku.
Pria itu tersenyum.
“Seluruh hajat-keperluanku telah dipenuhi
oleh DIA yang membawa kalian ke pulauku dahulu!” jawabnya.
Adapun aku, mataku mengantuk sampai tertidur di sisinya.
Dalam tidurku saya bermimpi melihat sebuah taman indah di pekuburan Abbadan.
Di tengah ada kubah,
di bawah kubah itu ada seorang gadis bagus jelita yang tak pernah kulihat seindahnya.
Gadis itu bilang: “…sungguh saya sangat merindu padanya…”
Dalam tidurku saya bermimpi melihat sebuah taman indah di pekuburan Abbadan.
Di tengah ada kubah,
di bawah kubah itu ada seorang gadis bagus jelita yang tak pernah kulihat seindahnya.
Gadis itu bilang: “…sungguh saya sangat merindu padanya…”
Pada siapa?!
Aku pun terbangun. Dan kulihat laki-laki itu telah melepaskan ruhnya.
Ia telah pergi dari dunia ini.
Aku pun memandikan dan mengafaninya, kemudian menguburkannya.
Malam pun hadir. Aku pun tertidur.
Dalam tidurku, kubermimpi saksikan kubah itu lagi…
Kulihat gadis jelita itu lagi.
Dan kini ia bersanding dengan laki-laki kawanku itu.
Hm, Si Jelita itu ternyata merindukannya…”
Dalam tidurku, kubermimpi saksikan kubah itu lagi…
Kulihat gadis jelita itu lagi.
Dan kini ia bersanding dengan laki-laki kawanku itu.
Hm, Si Jelita itu ternyata merindukannya…”
***
Aku sungguh cemburu padamu, Tuan…
Tapi saya tahu jiwa dan hatiku tak sejernih hatimu.
Lihatlah, Kawan…
Betapa Kalam suci Tuhanmu berjejak indah di hatinya.
Hingga ia tak lagi ragu akan rezekinya.
Hingga ia tak lagi takut akan masa depannya.
Kerna ia yakin,
hidupnya senang belaka bersama al-Qur’an.
Tapi saya tahu jiwa dan hatiku tak sejernih hatimu.
Lihatlah, Kawan…
Betapa Kalam suci Tuhanmu berjejak indah di hatinya.
Hingga ia tak lagi ragu akan rezekinya.
Hingga ia tak lagi takut akan masa depannya.
Kerna ia yakin,
hidupnya senang belaka bersama al-Qur’an.
Memangnya ada kehidupan yang lebih indah
dari hidup di bawah naungan al-Qur’an?
dari hidup di bawah naungan al-Qur’an?
Wallahu alam...
Demikianlah Artikel Allah Tak Pernah Menyia-Nyiakan Hambanya
Sekianlah artikel Allah Tak Pernah Menyia-Nyiakan Hambanya kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Allah Tak Pernah Menyia-Nyiakan Hambanya dengan alamat link https://lubukhatimuslim.blogspot.com/2006/02/allah-tak-pernah-menyia-nyiakan-hambanya.html